Senin, 22 Desember 2014

Resolusi Tahun 2015

Jarang2 gue bikin resolusi tahun baru, karena gue biasanya adalah orang yang menjalani hidup dengan prinsip Let It Flow. Entah apa yang sedang merasuki gue, tapi ada beberapa hal yang memang sangat gue inginkan untuk tahun depan dan ga ada salahnya kalo gue share disini.


1. Gue berharap tahun depan bisa ada di kantor baru dengan pekerjaan baru sebagai CPNS.

2. Bisa umroh bareng nyokap dan adek.

3. Pengen dapet beasiswa S2.

4. Bisa mulai nabung buat beli rumah.

5. Pengen mengembangkan usaha di dunia nyata.

6. Liburan yang agak jauh sama temen2 selama beberapa hari, ke Jogja, Bali atau Bromo.

7. Punya hubungan yang lebih serius, entah dengan siapapun itu.

8. Pengen kurus. Hahaha.


So far sih baru 8 point itu aja yang ada di otak gue. Beberapa point kayaknya cuma punya kemungkinan yang kecil untuk bisa jadi kenyataan di tahun depan, tapi ya ga papa lah ya, itung2 nambah wishlist untuk tahun 2016.

Mari bekerja keras di akhir tahun ini untuk mewujudkan satu demi satu harapan gue itu sambil berharap akan ada keajaiban yang bisa ikut mewujudkannya. Bantu aku mewujudkan semuanya Ya Allah. Aamiin.

Buat yang sedang mampir dan baca posting ini mungkin bisa bantu meng-Aamiin-kan :)

Senin, 06 Oktober 2014

Gara2 Permen

Gue baru aja ngalamin kejadian ga enak beberapa hari lalu gara2 sebuah permen yang dibelakang bungkusnya ada kata2nya itu. Tau kan permen yang di iklannya bilang bisa untuk menyampaikan kata2 yang tidak tersampaikan ke orang yang kita suka. Ya mungkin di iklannya ilustrasinya dibikin tepat sasaran, tapi pada kenyataan yang gue alamin justru malah bikin malu setengah mati.

Jadi gini ceritanya, beberapa hari lalu gue ga sengaja ketemu sama seorang mantan di suatu tempat. Karena saat itu gue sendirian akhirnya kita ngobrol dong. Pas ngobrol itu gue makan permen dan sebagai bentuk sopan santun gue nawarin si mantan gue ini mau permen juga apa nggak. Ternyata dia mau, dan akhirnya gue kasih lah dia sebungkus permen yang sama kayak yang gue makan. Gue sih tetep lempeng aja gitu setelah ngasih permen itu ke dia, tapi anehnya si mantan gue ini tiba2 malah jadi cengengesan ga jelas.

Terjadilah percakapan dibawah ini :

Gue : "Kenapa lo cengar/i gitu?"
Mantan : "Ini seriusan permennya?"
Gue : "Lah tadi lo bilang mau permen juga. Sini balikin kalo ga mau."

Gue berusaha mengambil permen itu dari mantan gue tapi dia ngelak. Kemudian diam sejenak.

Mantan : "Bisa aja lo."
Gue : "Bisa apaan sih?"
Mantan : "Ini." (sambil nunjukin bungkus permen)
Gue : (cuma bisa melongo sambil nahan malu)

Lo tau ga kata2 apa yang ada di belakang bungkus permen yang gue kasih ke mantan gue itu. Kata2nya adalah "Cayank kamyuuu", dengan tulisan super alay berwarna pink. Malu banget ga sih? Coba bayangkan betapa malunya gue saat itu? Gue cuma bisa bilang kalo itu ga sengaja dan dia liat sendiri kalo gue juga ngambilnya ngasal dari dalem tas gue jadi gue ga mungkin sengaja milih permen dengan tulisan kayak gitu buat dikasihin ke dia.

(Dari segini banyaknya permen, kenapa musti yang cayank kamyuuu??)

Pelajaran pentingnya adalah, pisahin permen yang ada kata2nya dengan permen2 lain yang normal, jadi kalo suatu saat lo harus berbagi permen dengan orang yang ga disangka2, lo ga bakal ngalamin kejadian memalukan kayak yang gue alamin kemarin ini.

Senin, 29 September 2014

Janda

Minggu lalu, tepatnya hari Jum'at sepulang kerja saat gue sedang makan malam sama nyokap, nyokap cerita soal kejadian ga ngenakin yang terjadi di kantornya yang bermula dari candaan seorang teman kantornya yang menyinggung status nyokap yang sekarang Janda. Entah dari pembicaraan apa awalnya, tiba2 saat akan meninggalkan ruangan nyokap, rekan kerjanya ini mengeluarkan celetukan, bernada tidak sopan.

"Ayo cepetan pergi yuk!! Jangan lama2 disini, males aku sama si Janda itu!!"

Si rekan kerjanya ini bicara seperti itu sambil cengar/i dan sambil menunjuk2 ke arah nyokap. Menurut pengakuan nyokap, ini bukan yang pertama kalinya dia bicara seperti itu. Awalnya nyokap masih bisa sabar karena memang menganggap itu sebagai sebuah candaan, tapi setelah beberapa kali terulang, nyokap jadi merasa kata2 itu cenderung sudah menghinanya.

Saat itu nyokap langsung menegur rekan kerjanya ini dengan bilang kalau becanda jangan keterlaluan, apalagi pakai bawa2 status seseorang. Orang yang ditegur malah menjawab dengan santai masih dengan cengar/i kalau apa yang dikatakannya tidak salah karena nyokap memang janda. Nyokap kemudian bilang "Ya memang saya Janda, Pak. Tapi saya jadi Janda juga bukan karena mau saya, tapi maunya Allah. Saya Janda juga tidak pernah merugikan orang lain, kenapa Bapak menghina saya terus??" Setelah itu nyokap cuma bisa nangis dan akhirnya istirahat di mushola kantornya karena tidak ingin ditanya apa alasan dia menangis.

Gue yang denger cerita nyokap saat itu cuma bisa gemes. Seandainya gue dikasih kesempatan untuk ketemu sama orang yang menghina nyokap, gue pasti akan melakukan hal yang sama. Gue akan menegur orang itu dan menanyakan apa alasannya dia bisa bicara seperti itu. Kalau memang konteksnya hanya becanda, sangat tidak pantas kata2 seperti itu keluarkan oleh orang yang berpendidikan.

Ya mungkin status Janda di masyarakat kita sering jadi momok yang dianggap sebagai wanita murahan penggoda suami orang, sehingga dengan gampangnya banyak orang becanda soal status Janda orang lain tanpa memikirkan perasaan orang yang bersangkutan. Contoh nyatanya banyak, bahkan ada sebuah stasiun TV swasta yang selalu menayangkan acara musik yang para presenternya selalu becanda dengan menggunakan status Janda artis lain, bahkan setelah artis yang dihina tersebut menegur secara langsung dan acara tersebut juga ditegur berkali2 oleh KPI karena alasan yang sama, mereka juga tetap melakukan hal seperti itu lagi.

Buat gue sih status seseorang bukan buat bahan becandaan, coba deh kalo lo yang ngalamin sendiri apa ga sakit hati?? Dalam kasus nyokap, selain merasa terhina, candaan tersebut juga akan membangkitkan luka lama dan memori nyokap saat bokap meninggal dunia. Dampak psikologis di belakang candaan itu bisa jadi sangat besar. Lagian apa untungnya juga untuk orang lain yang mengeluarkan candaan itu?? Kalo biar dianggap lucu, NO!!! That's not funny at all. Orang2 yang becandanya kayak gitu malah jadi keliatan (maaf) tolol dan sama sekali ga berpendidikan.

Gue ngetik tulisan ini masih dengan perasaan sakit hati ke orang yang menghina nyokap. Suatu saat kalo gue ketemu sama orang itu, gue akan pastikan dia akan minta maaf ke nyokap dan berjanji ga bakal ngulangin perbuatannya lagi. Gue ga peduli dia lebih tua dari gue atau dia atasannya nyokap sekalipun, kalo becandaannya sudah ga pantas seperti itu ya memang harus ditegur. Apa salahnya jadi Janda?? Toh nyokap Janda yang ditinggal meninggal dunia suaminya, bukan orang yang jadi Janda karena diceraikan suaminya gara2 ketauan selingkuh atau berzina dengan orang lain.

Sekali lagi gue sih cuma mau bilang aja, ati2 sama semua yang lo omongin. Mulutmu harimau-mu. Jangan sampai perkataan yang keluar dari mulut lo jadi dosa buat diri lo sendiri karena sudah menyakiti hati orang lain. Dari perkataan lo juga keliatan seberapa kualitas diri lo. Kalo mau dianggap pintar, berpikirlah dulu sebelum berucap. Jangan sampai asal jeplak tapi dibelakangnya menyisakan penyesalan dan masalah.

Sabtu, 30 Agustus 2014

1st Time Ikut Selfie Contest

Posting kali ini akan agak (banyak sih) melenceng dari posting2 gue sebelumnya di blog ini. Kalo selama ini gue cuma nulis soal curhatan pribadi atau hal2 absurd lainnya, kali ini gue pengen bikin posting soal selfie. Yup, selfie. Gue mau ikutan lomba selfie yang diadain sama Mbak Arum si beauty blogger terkenal itu yang blog-nya sering gue stalking-in. Oke, i'm not a beauty blogger, tapi gue suka selfie. Jadi ga ada salahnya coba ambil bagian di Racun Selfie Contest ini kan??


Gue sengaja milih foto2 selfie di posting ini dengan tema black and white. Selain suka sama warna hitam dan putih, gue juga ngerasa black and white photography itu bikin foto terlihat lebih hidup. Mata gue yang kata orang2 udah tajam juga bisa jadi semakin tajam, jadi bisa tu buat pose dengan ekspresi smize ala2 model majalah gitu. Selain itu, efek foto hitam putih itu bisa nyamarin hasil make up gue yang masih sangat amatir, jadi ga keliatan tu kalo ada bedak2 menggumpal di bagian2 tertentu. Hihihihi.

Beberapa foto dibawah ini ada yang diambil dari kamera hape (Lumia 620), dan ada yang pake DSLR + tripod juga. Harap buat yang ga kuat liat foto2nya bisa segera klik tanda X di pojok kanan atas halaman browsernya ya. Efek samping seperti kepala pusing, perut mual dan muntah ga ditanggung ya. :p








Biar ga bosen liat foto2 gue doang, gue tambahin deh foto sama pacar. Ya walau namanya udah ga selfie lagi karena fotonya berdua tapi yaudahlah ya gapapa yang penting temanya masih hitam putih. *maksa*




Yup sekian foto2 selfie gue. Kalo mau liat lebih banyak foto selfie gue bisa follow instagram gue aja. Hahaha. Sekalian promo.

Posting ini dibuat untuk mengikuti Racun Warna-Warni Selfie Contest yang disupport oleh Miss Lie Collection dan Cathy Doll Indonesia. Semoga menang... :)


Jumat, 15 Agustus 2014

Lihat Dari Sudut Pandang Berbeda

Siang tadi seorang teman memposting sebuah link yang berisi tentang pentingnya berkendara secara aman bagi muslimah. Dia memposting itu karena dia melihat sendiri bagaimana seorang ibu yang berhijab dan bercadar mengendarai sepeda motor tanpa mengenakan jaket ataupun helm. Gue ngerti maksudnya temen gue itu adalah menyampaikan bahwa sepanjang apapun pakaian atau serapat apapun jilbab yang dipakai, tetap wajib yang namanya memakai jaket dan helm saat naik motor demi keselamatan.

Dari situ gue teringat pengalaman yang pernah gue alami dan lihat sendiri, kebetulan kejadiannya hampir sama. Gue sering melihat banyak jamaah suatu pengajian (ga usah disebut lah ya biar damai dan ga ada yang salah paham lagi) yang naik motor iring2an saat akan menghadiri tablig akbar pengajiannya. Saat iring2an, sering terlihat jika 1 motor dikendarai 3 orang sekaligus, tanpa memakai jaket dan helm (biasanya pakai baju koko & sarung). Tidak hanya itu saja, iring2an tersebut kadang menyebabkan kemacetan karena beberapa dari mereka mengibar2kan bendera pengajiannya dan mengklakson2 dan menyalip kendaraan lainnya untuk minta diberi jalan sekalipun jalanan memang sedang macet dan kendaraan lain juga tidak bisa bergerak.

Pernah suatu ketika mobil gue tiba2 di blok oleh salah 1 jamaah yang kemudian menaruh motornya di tengah jalan untuk memberi jalan kepada jamaah lainnya dan saat mobil di belakang gue yang tampak sedang terburu2 ingin menyalip, salah seorang jamaah lainnya yang masih berusaha menghalangi mobil itu malah memukul kap mobil itu dengan kasar. Untungnya saat itu tidak sampai terjadi keributan walaupun sempat terjadi ketegangan antara si jamaah dan pengendara mobil itu.

Gue menuliskan komen di posting temen gue itu berdasarkan apa yang memang pernah gue lihat dan alami sendiri. Yang ingin gue menyampaikan adalah kalo tindakan semacam itu tidak hanya membahayakan keselamatan mereka sendiri tapi juga berpotensi untuk membahayakan pengendara lainnya juga. Seterburu2 apapun kita untuk menghadiri suatu acara, tetap wajib menggunakan alat keselamatan dan mematuhi tata tertib berlalu lintas. Teman gue si empunya posting menangkap apa maksud dari komen gue, tapi tidak dengan komenter lainnya.

Gue yang siang tadi sedang berada di commuter line menuju kota dikejutkan dengan komen lainnya yang sepertinya tersinggung dengan komen gue dan postingan teman gue itu. Dia menganggap kalo komen gue dan posting itu terkesan menyudutkan orang2 berhijab dan berbaju koko-sarungan. Dia menegur dan bilang kalo banyak anak muda lainnya yang juga sering naik motor hanya pakai celana pendek, tanpa mengenakan helm, dan berboncengan juga. Ya gue juga setuju pendapat dia karena emang udah jadi rahasia umum kali ya kalo itu. Tapi balik lagi ke awal, bukan maksudnya gue dan temen gue itu ingin menyudutkan suatu kelompok tertentu, tapi memang sekedar berbagi pengalaman dan cerita supaya bisa jadi pelajaran buat semua yang baca gimana pentingnya berkendara dengan baik, yang hanya saja kebetulan contohnya adalah jamaah suatu pengajian, dan lagi kebetulan karena link yang diposting juga tentang muslimah.

Gue ga ngebahas soal anak2 alay yang suka boncengan bertiga2 pake tanktop-celana pendek-rambut dipirangin karena buat gue mereka kebanyakan adalah anak muda yang nalarnya belum sampai soal keselamatan berkendara, bukan berarti lantas gue memaklumi kelakuan mereka itu ya. Sedangkan kalo jamaah suatu pengajian itu tingkatnya udah jauh lebih intelek dibanding anak2 alay, apalagi mereka pemahaman agamanya juga lebih bagus dibanding orang2 lainnya, jadi sangat disayangkan kalo sampai mereka membahayakan keselamatan diri sendiri ataupun orang lain saat berkendara. Dan terlebih lagi yang gue alami langsung ya memang berhubungan dengan jamaah suatu pengajian, jadi ya gue ga kasih contoh anak2 alay itu karena emang belum (jangan sampe) pernah berurusan sama mereka.

Yang gue ingin tekankan disini tu coba deh liatnya dari sudut pandang yang beda. Gue bisa ngerti kalo liat dari sudut pandang dia sebagai seorang yang berhijab juga merasa tersinggung saat membaca komen gue di posting itu yang terkesan menyamaratakan semua jamaah. Ya mungkin sama kayak misal ada seorang hijaber yang menulis atau berkomentar soal seorang perempuan yang tidak berhijab dan lantas dicap sebagai yang cacat moral kemudian menyamaratakan semua orang yang tidak berhijab seperti itu. Gue juga mungkin sebagai seorang yang belum berhijab tapi ga pernah melakukan sesuatu yang bersifat merusak moral akan panas kalo disamaratakan seperti itu. Tapi coba dicerna baik2 dulu deh kasusnya seperti apa sebelum berkomentar, gue dari awal bilang kalo gue terganggunya sama jamaah suatu pengajian tertentu dan itu pernah gue alami sendiri, dengan kata lain hanya tertuju pada oknum, bukan keseluruhan.

Coba deh liat dari sudut pandang gue sebagai pengendara mobil yang tiba2 di blok jalannya (jalan kita di salip dan kemudian motornya berhenti mendadak di depan mobil kita) atau si pengendara mobil yang kap mobilnya dipukul tadi. Mau kita berhijab atau tidak bukankah itu akan jadi suatu perbuatan yang mengganggu dan mebahayakan kalo terjadi sama kita?? Sama kayak mau kita anak alay atau jamaah pengajian, kalo ga pake helm pas naik motor kemudian jatuh ya kepalanya pasti kebentur aspal dan itu sangat bahaya banget kan?? Sekali lagi gue tekankan bahwa gue benar2 tidak bermaksud untuk menyudutkan atau menghina orang2 yang berhijab atau bersarung ya. Coba tolong pahami dari sudut pandang gue.

Secara dunia maya itu kita cuma komunikasi lewat kata atau gambar, masing2 orang bisa melihat dan memahami gambat atau suatu kalimat dengan berbagai macam ekspresi. 1 kalimat yang sama kalo dibaca dengan nada biasa atau dengan nada sinis atau marah juga hasilnya sudah pasti akan jadi berbeda situasinya. Kita sendiri yang menginterprestasikan tulisan orang lain yang kita baca sesuai suasana hati kita. Jadi biar ga salah paham dan kemudian malah jadi konflik berkepanjangan, jadi coba deh mulai sekarang kita belajar nilai suatu hal ga cuma dari sudut pandang kita sendiri aja, tapi berusaha untuk memahami sudut pandang orang lain juga. :)

Senin, 11 Agustus 2014

Menghargai Perbedaan

Gue lahir dan dibesarkan di keluarga yang multi ras, multi etnis, multi, agama, dan multi budaya. Sejak kecil di keluarga gue diajarkan untuk bisa menghargai segala bentuk perbedaan yang ada di sekitar gue. Orangtua gue selalu menekankan pentingnya bisa menghargai perbedaan, bahwa kita hidup di lingkungan sosial yang mengharuskan kita bisa tolerir dengan banyaknya perbedaan di segala aspek. Gue tumbuh dengan terbiasa menerima dan menghargai banyak perbedaan, contohnya agama, warna kulit ataupun bahasa.

Sampai suatu ketika gue bertemu dengan orang2 yang punya pikiran berbeda soal menghargai perbedaan. Mereka cenderung menolak perbedaan di lingkungannya. Sebisa mungkin semuanya harus sama. Gue berbeda bagi mereka, begitu juga sebaliknya, terutama cara pandang mengenai perbedaan. Tapi karena gue sudah terbiasa menerima perbedaan, dengan mudah gue bisa menghargai mereka dengan segala macam perbedaannya dengan lingkungan gue, tapi rupanya tidak sebaliknya. Mereka sama sekali tidak bisa menghargai perbedaan yang ada di lingkungan gue, justru berusaha memaksa supaya gue bisa sama dengan mereka.

Buat mereka, karena gue berbeda, tidak ada kewajiban untuk mereka menghargai gue. Karena gue berbeda, mereka merasa berhak untuk merendahkan dan menginjak2 harga diri gue. Tapi sekali lagi gue diingatkan akan pelajaran penting tentang bagaimana seharusnya menghargai perbedaan. Mereka punya perbedaan dalam menghargai orang2 yang berbeda dengan mereka, dan gue tetap harus menghargai itu. Ya alasannya sederhana, karena gue memang berbeda dengan mereka. Gue bisa menghargai mereka dengan segala perbedaannya, sementara mereka tidak.

Selasa, 05 Agustus 2014

Realistis

Seorang teman berkali2 curhat ke gue tentang masalah yang sama. Dia ingin segera menikah karena umurnya yang hampir kepala 3, tapi dia sendiri belum punya pasangan. Ga cuma itu, kriteria pasangan yang dia inginkan menurut gue sih terlalu tinggi. Temen gue sering dikenalin ke cowok2 sama teman2nya, tapi dari yang gue denger sendiri dari orangnya, dia belum juga nemu yang sreg di hati. Perlu gue tekankan disini kalo sreg yang dimaksud lebih condong ke fisik sama tingkat kemapanan.

Temen gue itu berharap bisa dapet cowok yang secara fisik ga malu2in untuk diajak jalan atau dikenalin ke orang2, yang lebih tinggi dari dia, berkulit cerah, dan ganteng (hampir semua cewek kayaknya ya pengen punya cowok yang tipe-nya kayak gini) dan secara kemapanan dia berharap calonnya kelak adalah yang sudah punya rumah dan kendaraan sendiri, kalaupun motor yang paling tidak motornya motor sport, bukan yang motor bebek atau matic biasa.

Sering banget dia cerita sama gue, "kemarin gue dikenalin sama si A tapi gue ga sreg ah, abis dia lebih pendek dari gue, kan gue malu kalo jalan sama cowok yg lebih pendek dari gue." atau "kemarin gue abis kenalan sama si B, tapi ternyata dia aja sekarang masih ngekost, kalo nikah sama dia kemungkinan gue bakal tinggal dirumah mertua atau ngekost juga nanti.". Temen gue itu selalu berkilah kalau dia berhak dapat yang terbaik dari seorang pria yang kelak akan hidup sama dia di sepanjang sisa umurnya. Oke alasannya ga salah, tapi balik lagi, mampu ga kita nemuin cowok dengan kriteria tersebut kalo di lingkungan pergaulan kita isinya rata2 cowok biasa dibawah kriteria kita itu??

Sedikit cerita tentang pengalaman gue sendiri, kriteria cowok idaman gue kurang lebih sama kayak temen gue itu, dan hampir semua mantan gue juga punya kriteria diatas secara fisik, tapi cowok gue yang sekarang jauh dari kriteria fisik di atas. Cowok gue yang sekarang cuma setinggi gue (167cm) berkulit sawo matang dan ga ganteng menurut gue (kemudian dijitak pacar), tapi justru dengan si cowok ini gue bertahan paling lama. Kalo ada yang mikir, paling cowoknya jelek tapi kaya. NO...!!! cowok gue cuma seorang PNS golongan 2C di sebuah instansi pemerintah yang remunnya baru dibayarkan sebesar 30%. Bisa dikira2 lah berapa pendapatannya tiap bulan. Intinya gue merasakan, pada akhirnya faktor kenyamanan bisa mengalahkan kriteria fisik dan apapun juga.

Dan mungkin karena pas dikenalin sama cowok gue yang sekarang, gue sama sekali ga punya pikiran kalo ni cowok bakal jadi pacar gue, jadi dari awak gue emang ga menarik diri pas dikenalin sama orang yang kriterianya beda jauh dari kriteria idaman gue. Beda sama si temen gue ini yang tiap dikenalin sama cowok, dia langsung beranggapan kalo cowok yang dikenalin itu bakalan jadi pacarnya, jadi ya begitu kenal sama cowok yang ga sesuai kriteria yang diharapkannya ya dia langsung ilfil dan lantas menutup diri dari cowok itu tanpa berusaha mau mengenal lebih dalam dulu.

Dalam kasus ini ga ada kesempatan untuk proses pengenalan dan pendekatan alami yang lebih jauh. Dari ga ada rasa sama sekali sampe akhirnya bisa menemukan titik dimana kita mulai bisa nyambung untuk interaksi satu sama lain sampe akhirnya menemukan kenyamanan itu. Kita ga pernah tahu jodoh kita siapa dan kayak apa. Kita berhak punya harapan yang tinggi terhadap (calon) pasangan, tapi kalo ternyata jodoh kita ga kayak apa yang kita harapkan dan kita selalu menutup diri sana orang2 yang punya kriteria diluar yang kita tetapkan ya gimana caranya mau ketemu jodohnya kalo gitu??

Lanjut ke soal faktor kemapanan, siapa sih cewek yang ga mau punya calon suami yang sudah mapan?? Gue yakin semua cewek mau. Tapi apa itu patut dijadikan patokan apa seorang cowok itu pantas untuk kita atau tidak hanya dari kemampuan financialnya saja?? Kalo lingkungan pergaulan kita aja lebih banyak dekat sama cowok2 yang kemampuan financialnya biasa aja ya sampe kapan mau nutup diri untuk nunggu supaya bisa dapet cowok kaya?? Dan jangan lupa, standar cowok2 kelas atas juga jauh lebih tinggi. Kalo kitanya sebagai cewek biasa2 aja dengan lingkungan pergaulan yang biasa juga, ya pasti bakalan kalah sama cewek2 kelas atas, bakalan susah kalo mau ngincer cowok dari kalangan jetzet.

Gue sendiri lebih menghargai cowok2 yang kemampuan financialnya biasa2 aja tapi pekerja keras dibanding sama yang kemampuan financialnya tinggi tapi kerjanya cuma ongkang2 kaki nikmatin kekayaan orangtuanya. Bukankah lebih terhormat kalo kita sebagai istri nanti, kita bisa jadi salah 1 sosok penting dibalik kesuksesan suami kita yang rela banting tulang untuk mencukupi nafkah keluarganya ketimbang jadi nyonya besar yang cuma bisa leyeh2 nikmatin harta suami??

Gue nulis posting ini sebagai bentuk kegemesan gue sama si temen gue itu, bukan karena gue ga rela dijadiin tempat curhat, tapi apapun saran yang gue kasih selalu dipentalin lagi sama dia. Dia curhat ke gue minta saran, tapi pas dikasih saran cuma dimentahin aja, ya kapan mau selesai masalahnya?? Intinya cuma perlu bersikap realistis aja. Ga salah punya harapan tinggi akan sesuatu, tapi kalo apa yang ada di depan kita dan apa yang bisa kita dapet ga sesuai harapan kita ya syukuri aja.

Sabtu, 31 Mei 2014

Emosi

Malam ini terjadi lagi. Masing2 dari kita dikuasai ego dan emosi kita sendiri. Tidak ada lagi kita. Semua kembali ke aku dan kamu. Aku diam dalam amarahku, begitu juga kamu. Tidak peduli jika kita saling menyakiti satu sama lain. Amarah menjadi bahasa kita.

Dan ini bukan lagi tentang agama atau restu orangtua, tapi tentang seberapa besar kita bisa berkompromi dengan situasi saat salah 1 diantara kita sedang dalam emosi. Saat yang 1 seharusnya bisa menenangkan yang lain dan bukannya ikut hanyut dalam emosi yang sama. 

Ketika kita justru terperangkap dalam emosi dibanding logika untuk kesekian kalinya, kita hanya menambah luka. Sekali lagi keyakinanku goyah. Inikah cara berkomunikasi kita secara dewasa?? Yakinkah kamu jika kita bisa tumbuh dan menua bersama??

Minggu, 20 April 2014

Separuh

Hari Jum'at kemarin gue ketemuan sama temen2 SMA gue. Paginya gue dan Endah kerumah barunya QQ dan sorenya baru ketemu sama Ucan yang hari itu masuk kerja setengah hari. Tapi gue ga akan cerita kegiatan apa aja yang kita lakukan kemarin karena emang ga terlalu penting. Yang akan gue tulis adalah seputar percakapan singkat tapi mengena banget pas pulang bareng Ucan.

Ucan : "Nyokap lo gimana kabarnya Yha??"
Gue : "Alhamdulillah baik, kalo bokap lo gimana??"
Ucan : "Baik juga, bokap lagi seneng nanem pohon gaharu."
------diam sejenak------
Ucan : "Lo enak ya Yha masih bisa dimasakin sama nyokap." (ekspresi sedih)
Gue : "Lo juga enak Can, nanti pas lo nikah yang jadi walinya bokap lo sendiri." (sambil senyum)
------diam sejenak------
Ucan : "Ya tapi kayaknya tetep bakalan sedih deh kalo ga ada nyokap."
Gue : "Yah gimanapun juga kita sama2 tinggal separuh Can. Ga ada enak atau enggaknya karena kita emang butuh dua2nya."

Percakapan di atas terjadi di dalem angkot menuju terminal Depok. Ga nyangka sebenernya akan terlibat percakapan seperti itu. Fyi, gw kehilangan bokap gue bulan April 2013 dan Ucan kehilangan nyokapnya bulan Juni 2013, hanya beda 2 bulan saja. Dalam kasus gue dan Ucan, terkesan kita membandingkan siapa yang masih lebih beruntung. Ya mungkin gue ga tau gimana rasanya kehilangan ibu yang deket banget sama kita dari sejak kita lahir, dan Ucan juga ga tau gimana rasanya kehilangan ayah yang merupakan tulang punggung dan imam keluarga. Tapi gue yakin pasti rasanya sama2 berat.

Mungkin kemarin Ucan lagi kangen sama Almarhumah nyokapnya, sama kayak gue yang juga selalu kangen sama bokap gue setiap harinya, apalagi gue tahu kalo Ucan juga sama seperti gue. Dia yang merawat nyokapnya setiap hari di saat2 sakitnya. Ga mudah buat kita untuk nerima semuanya. Tapi intinya ga ada yang lebih beruntung, karena seperti yang gue bilang, kita sama2 separuh sekarang, ibarat kaki kita pincang. Tapi kehilangan separuhnya bukan berarti kita jadi melemah. Justru kita harus lebih kuat berjuang untuk separuh yang masih ada. Kehilangan separuhnya juga bukan berarti kita kehilangan segalanya, coba deh lihat sekeliling kita. Kita akhirnya bisa senyum lagi setelah kehilangan, itu karena support orang2 yang sayang sama kita.

Dedicated to my bestie, Sauzan, you're not alone dear, i feel the same, be tough and make your parent proud of you, specially your mom, let her see you from heaven with her beautiful smile :)

Jumat, 21 Maret 2014

Pemberi Harapan Palsu (PHP)

Pemberi Harapan Palsu atau anak sekarang biasanya menyebutnya dengan PHP, fenomena yang sebenernya sudah ada dari dulu. Mungkin kalo dulu disebutnya sebagai hubungan tanpa status kali ya. Gue juga pernah ngerasain yang namanya di PHP-in, ga cuma sebentar tapi sampe bertahun2. Entah bego atau emang gue beneran sayang sama si tukang PHP itu ya. Yah yang penting sekarang gue udah bisa lepas dari si tukang PHP itu walau banyak yang dikorbankan.

Dulu gue sempat dekat dengan seorang teman SMA gue. Kedekatan yang agak aneh sebenarnya. Di sekolah kita seolah ga kenal walau sebenarnya kita teman sekelas, tapi begitu pulang sekolah kita langsung ngobrol walau cuma lewat SMS. Kedekatan itu terus berlanjut hingga lulus SMA dan awal kuliah. Ya, selama itu gue ga ada hubungan apapun sama dia, dibilang cuma temen tapi rasanya lebih dari itu, dibilang pacaran tapi ga ada status juga. Sejak gue kuliah di luar kota kita bahkan semakin dekat hingga ada 1 kejadian ga enak yang ga perlu gue ceritain disini kali ya. Males aja mengenang kejadian ga enak di masa lalu.

Awalnya temen2 gue banyak yang mikir kalo gue yang ke-GR-an doang, tapi setelah mereka gue kasih bukti2 otentik yang sangat valid akhirnya mereka setuju juga kalo ada yang lebih antara gue sama si cowok ini. Tiap gue pulang liburan ke Depok, dia selalu main ke rumah gue hampir tiap hari. Entah kenapa dia betah banget ngejogrog di rumah gue saat itu. Bahkan saat dia capek pulang kerja pun dia bela2in kerumah gue dan lebih milih untuk istirahat di ruang tamu rumah gue daripada pulang ke rumahnya sendiri. Beberapa kali dia tidur siang di kursi ruang tamu rumah gue. Dulu sih gue seneng2 aja bisa liatin muka dia pas tidur *kemudian dijitak pacar*, tapi kalo dipikir2 sekarang aneh juga ya, ngapain juga tu orang demen banget tidur siang di rumah orang macam gembel ga punya rumah aja. Sahabat cowok gue aja ga pernah tidur siang dirumah gue. Pacar gue yang sekarang aja sekali2nya tidur dirumah gue cuma pas dia sakit waktu nganter oleh2 abis dines dari Bandung, kalo ga dalam keadaan sakit juga ga bakal mau dia tiduran di rumah gue.

Coba deh pikir, ada ga sih orang yang cuma temen biasa aja sampe segitunya ke lawan jenisnya?? Gue yang punya banyak temen deket cowok pun bisa ngerasain bedanya. Dari yang awalnya nganggep biasa sampai akhirnya gue jadi ada rasa juga ke dia. Tapi ya balik lagi ke kodrat gue sebagai cewek yang menuntut gengsi gue untuk ga bisa seenaknya ngungkapin perasaan ke orang yang kita suka dan cuma bisa nunggu aksi si cowok itu duluan. Gue bisa ngerasain kalo dia juga ada rasa sama gue tapi ga juga ambil tindakan. Gengsinya sama gue juga sama besarnya dan gue sangat tau itu. Posisi gue serba salah. Antara sadar atau ga saat itu gue sedang diberi harapan palsu atau di PHP-in. Pasti yang pernah atau lagi di PHP-in juga tau lah gimana rasanya.

Ada beberapa saat yang bikin gue ngerasa bego banget udah terlalu berharap sama dia, apalagi saat tiba2 dia ngasih tau gue kalo dia udah jadian sama seorang cewek yang juga gue tau orangnya. Berasa di tampar, berasa dibuang, yang pasti nyesek banget lah rasanya. Gue akhirnya coba menghindar, dari ga sering2 pulang ke Depok sampe gonta ganti no hape, tapi sama sekali ga ngaruh. Entah bagaimana dia tetap bisa menghubungi gue, dan bisa tau jadwal liburan gue, tiap gue pulang ke Depok dia masih melakukan hal yang sama, main ke rumah gue tiap hari. Saking seringnya dia nongol dan berlama2 di rumah gue, sampe2 nyokap dan para tetangga mengira kalo gue dan dia pacaran. Statusnya yang udah punya pacar sama sekali ga merubah kedekatannya dia sama gue saat itu. Benar2 ga ada yang berubah.

Ironisnya, saat dia udah punya pacar yang rumahnya ga jauh dari rumah gue, dia bahkan tetap lebih memilih untuk main di rumah gue sekalipun itu malam minggu. Coba bayangkan kalo kalian ada di posisi gue saat itu?? Bingung pasti, dilema iya, tapi muak juga. Kenapa dia masih "nempel" ke gue saat dia udah punya pacar?? Apa dia ga mikirin gimana perasaan pacarnya kalo tau cowoknya malah ngejogrog di rumah cewek lain pas malem minggu?? Nyokap yang gue kasih tau gimana keadaannya sering menegur si cowok ini kalo pas main kerumah dan ga tau waktu. Ya ga secara langsung sih, masih pake nada becanda tapi seharusnya si cowok ini bisa ngerasa. "loh kok malah kesini sih?? emang ga ngapel?? bukannya si xxx (nama ceweknya) rumahnya di seberang sana ya?? ga salah rumah kan?? ntar dicariin loh!!" begitu contoh teguran nyokap dan biasanya selalu cuma dijawab dengan cengiran aja sama si cowok itu.

Gue hidup dalam hubungan seperti itu selama bertahun2 sampai akhirnya kemuakan gue sampai pada puncaknya. Gue mengambil langkah besar untuk menyudahi semuanya setelah kelulusan gue saat kuliah. Gue membuat 1 kebohongan besar yang memaksa dia untuk menjauh dari hidup gue. Gue bilang kalo gue sudah menikah diluar kota sana. Dari situ dia mulai menjauh, bahkan menghilang. Ada rasa sedih sekaligus lega. Sedih karena kehilangan orang yang terlanjur membuat gue terbiasa dengan kehadirannya dan ga bisa gue pungkiri kalo dia adalah cinta pertama gue. Tapi sebaliknya, gue juga sangat lega karena bisa terlepas dari hubungan yang ga jelas itu.

Banyak teman yang menyayangkan keputusan gue itu, tapi gue pikir ini yang terbaik buat semuanya. Terbaik buat gue untuk bisa melihat dan nyoba mulai hubungan serius sama cowok lain yang berusaha ada di samping gue, yang selama ini gue acuhin karena terlalu sibuk sama 1 cowok itu. Terbaik untuk si cowok itu juga supaya mulai bisa lebih merhatiin dan menghargai keberadaan ceweknya sendiri, dengan begitu gue juga secara tidak langsung sudah menghargai keberadaan ceweknya. Yah, gue sama sekali ga menyesal udah ambil keputusan itu.

Intinya sih yang namanya PHP itu ga enak, jadi buat para orang yang suka PHP mendingan ke laut aja deh sana. Ga usah ngasih harapan palsu kalo emang ga yakin atau masih gengsi sama incerannya. Pergunakan waktu sebaik2nya saat masih ada kesempatan untuk ungkapin perasaan ke orang yang kalian sayang, karena belum tentu kesempatan itu ada terus. Jangan sampai menyesal saat kalian memutuskan untuk ungkapin perasaan kalian tapi orang yang kalian sayang itu juga udah memutuskan untuk menyerah. Dan buat para penikmat harapan palsu kayak gue dulu, saran gue sih cepetan move on aja deh. Masih banyak orang yang lebih serius dan lebih worth it daripada berharap sama para pemberi harapan palsu. :)

Kamis, 13 Maret 2014

Bayar Pajak Kendaraan di Samsat Detos

Hari ini gue disuruh nyokap untuk bayar pajak mobil yang jatuh temponya hari ini. Sama seperti tahun lalu, hari ini gue juga memilih untuk membayar pajak kendaraan tersebut di Samsat Detos. Kalo menurut orang2 sih lebih cepet di Samsat Detos dibanding di Samsat biasa. Tadi sih gue yang dateng sekitar jam 11-an, ga sampe 1 jam nunggu semua urusan udah beres.

Untuk bayar pajak kendaraan dokumen yg diperlukan yaitu :
- 1 lembar fotokopi BPKB
- 1 lembar fotokopi STNK
- 1 lembar fotokopi KTP atas nama pemilik kendaraan
- KTP asli pemilik kendaraan
- STNK asli 

Semua dokumen tersebut dimasukkan ke dalam map dan diserahkan ke petugas pendaftaran yang ada di sebelah paling kiri. Banyak yang suka bingung apakah BPKB asli dilampirkan atau tidak. Tadi sih di tembok bagian pendaftaran ditempelin tulisan "BPKB asli dipegang masing2", jadi ga perlu dilampirkan. Oia, saran gue sih mendingan semua dokumen yang dibutuhin udah difotokopi semua karena fotokopi disana ngantri banget dan usahakan juga udah bawa map dari rumah jadi sampe sana udah tinggal numpuk dokumennya aja di meja pendaftaran.

Setelah menyerahkan dokumen tinggal tunggu namanya dipanggil, untuk yang dokumennya belum lengkap nanti akan dipanggil lagi oleh bagian pendaftaran yang sebelah kiri tadi untuk melengkapi dokumennya, tapi kalo dokumennya sudah lengkap, dokumen akan diteruskan ke bagian kasir untuk melakukan pembayaran pajaknya. Kalo bisa cari tempat nunggu yang ga jauh dari pintu soalnya disana ga ada pengeras suara jadi kadang suka ga kedengeran pas nama kita dipanggil, apalagi disana juga lumayan berisik suasananya.

Disana juga tanpa sistem antrian, jadi pake ala2 bar2 gitu deh. siapa yang numpuk dokumen duluan ya dia yang duluan dipanggil. Seperti yang gue bilang di awal, prosesnya ga lama, jadi jangan ditinggal pergi jauh2 karena takutnya nanti malah pas dipanggil malah kelewat. Setelah pengecekan dokumen, nama kita akan dipanggil oleh bagian kasir yang ada di tengah ruangan untuk melakukan pembayaran pajak. Setelah pembayaran selesai, kita akan dikasih selembar kertas kecil, semacam nota pembayaran gitu untuk mengambil STNK, KTP, dan hasil print bukti pembayaran pajak kendaraan kita. Oia, sebaiknya bawa uang cash karena disana tidak melayani pembayaran dengan menggunakan kartu debit.

Dari kasir kita tinggal geser sedikit ke sebelah kanan untuk menunggu nama kita dipanggil lagi. Begitu dipanggil, kita hanya perlu menyerahkan kertas kecil dari bagian kasir tadi ke petugas yang nanti akan ditukar dengan STNK, KTP, dan juga hasil print bukti pembayaran pajak kendaraan bermotor kita. Karena yang ngantri lumayan banyak dan kadang ada yang rese nyerobot2 antrian, jadi pas pengambilan STNK, dll itu ada baiknya kita mengecek lagi apakah dokumen yang diberikan tersebut memang sesuai dengan kepemilikan kita, jangan sampai tertukar dengan orang lain.

Buat gue pribadi sih lumayan gampang ngurus pembayaran pajak kendaraan sendiri, ga perlu repot2 nyuruh orang lagi. Cukup simpel dan ga butuh waktu lama. Cuma mungkin kalo seandainya samsat detos mau menambah fasilitas berupa mesin antrian dan juga pengeras suara untuk pemanggilan mungkin itu bisa semakin mempernyaman orang2 yang melakukan pembayaran pajak disana.

Rabu, 26 Februari 2014

Mempermudah Urusan Orang Lain

Gue selalu punya prinsip kalo hidup itu ada asas timbal baliknya. Kalo lo baik sama orang, suatu saat kebaikan lo pasti dibalas walau bukan oleh orang yang bersangkutan, begitu juga saat lo jahat dan dzolim sama orang, someday lo juga pasti bakal terima karma-nya. Dari kecil orangtua gue juga selalu menekankan sama anak2nya kalo kita harus selalu baik sama semua orang, jangan pernah cari musuh, karena itu gue tumbuh jadi orang yang menghindari masalah dan ga pernah mau ikut campur urusan pribadi orang lain.

Dari prinsip itulah gue selalu berusaha semaksimal mungkin untuk bantu orang2 yang dateng ke gue untuk minta tolong, dalam hal positif ya tentunya. Kalo ada orang dateng ke gue minta tolong bantuin ngerampok bank atau bobol ATM, gue juga ogah nolonginnnya. Tapi orang2 di sekitar gue mungkin tahu kalo gue bukan orang yang punya banyak temen dekat. Buat gue, teman dekat adalah salah 1 faktor berhasil tidaknya kita dalam kehidupan. Mereka bisa bantu mengangkat lo, tapi bisa juga menjatuhkan lo, karena itu gue sangat berhati2 dalam berteman. Dan kalo mereka sudah berhasil menunjukkan ke gue bahwa mereka adalah orang2 yang bisa percaya, gue akan mau melakukan apa saja untuk orang itu sebagai gantinya. Ya gampangnya sih, lo baik sama gue, gue akan lebih baik sama lo, tapi kalo lo jahat sama gue, kelak Tuhan yang bakal bales kejahatan lo dengan yang lebih pedih. Gitu aja.

Salah 1 cara gue menolong adalah dengan mempermudah urusan orang lain. Pas CPNS tahun lalu contohnya. Seorang teman yang selama ini bekerja di sebuah bank sering curhat ke gue masalah pekerjaannya. Dia bilang perlu cari pekerjaan lain yang memungkinkan dia untuk bisa punya lebih banyak waktu untuk keluarganya. Karena gue tahu ritme kerja di perusahaan swasta memang berat makanya gue menyarankan dia untuk daftar CPNS. Awalnya dia ragu karena takut gaji PNS kelak tidak bisa mencukupi kebutuhannya yang terlanjur terbiasa dengan standar gaji sebagai pegawai bank setingkat manager. Gue pun akhirnya menyarankan dia untuk daftar di Kemenkeu yang tunjangannya besar dan gue yakin bisa mengimbangi gajinya di bank.

Singkat kata walau dia ga yakin dan sebagainya dia akhirnya daftar CPNS juga setelah gue bilang ga ada salahnya nyoba kan. Dari awal gue yang selalu meng-info-kan dia supaya ga telat daftar, gue juga pantau dari website Kemenkeu sebisa mungkin supaya ga ketinggalan update info yang mungkin dia ga bisa sering2 cek walau gue sendiri ga ikutan daftar CPNS di Kemenkeu. Pas akhirnya namanya muncul di pengumuman yang berhak ikut tes CAT, muncul masalah baru. Dia ga tau rute untuk ambil kartu ujiannya di daerah Tangerang. Gue pun akhirnya tanya2 sama temen2 gue yang tinggal di Tangerang kira2 transportasi umum apa yang bisa sampai kesana, dan setelah dapat info yang akurat, gue sampaikan info itu ke temen gue ini.

Karena ini adalah tes CPNS pertamanya, gue juga kasih beberapa kisi2 soal CPNS tahun lalu untuk dia belajar supaya ada gambaran gimana soal yang bakal muncul nanti. Dia ujian dan dapat nilai yang menurut gue cukup bagus walau dia sendiri ga yakin bisa lulus ke tahap selanjutnya. Beberapa minggu kemudian dia mengabarkan gue kalo ternyata dia lulus ke tahap selanjutnya, tapi kartu ujian CPNS-nya hilang. Awalnya dia mau menyerah, tapi gue bilang sayang kalo dia ga maju. Akhirnya gue berinisiatif untuk mencari solusinya. Gue hubungi teman kuliah gue yang sudah lebih dulu jadi PNS di Kemenkeu. Gue tanyakan apa mungkin temen gue ini bisa datang tanpa kartu ujian. Temen kuliah gue berbaik hati mencari tahu ke panitia penyelenggara dan ternyata masih bisa diusahakan dengan surat keterangan kehilangan dari kepolisian.

Temen gue akhirnya bikin surat kehilangan dan bisa ikut ujian tahap selanjutnya. Di tahap2 selanjutnya gue juga selalu kasih info kira2 apa aja yang bakal diujikan. Dari awal gue mantau tahapannya, dia terbilang mulus untuk orang yang pertama kali ikut CPNS. Dia akhirnya bisa lulus sampai akhir, namanya muncul di pengumuman final peserta yang lulus CPNS Kemenkeu 2013 kemarin. Setelah lulus muncul masalah baru. Dia ga yakin apakah mau ambil CPNS itu atau tidak. Sebagai CPNS yang belum dapat gaji 100%, dia takut pendapatannya nanti ga bisa menutup kebutuhan hidupnya. Gue pun menyarankan dia untuk solat istikoroh dan tanya pendapat ibunya bagaimana baiknya. Akhirnya dia yakin untuk meneruskan pekerjaannya di bank saja dengan berbagai pertimbangan, dan tidak mengambil CPNS-nya itu.

Sebagai orang yang masih harap2 cemas dengan pengumuman akhir di tempat lain, gue menyarankan dia untuk mundur secara baik2. Gue bilang supaya dia paling tidak kasih konfirmasi ke pihak Kemenkeu sebelum hari pemberkasan bahwa dia mengundurkan diri agar posisinya bisa digantikan dengan peserta cadangan lain, dengan begitu dia bisa membukakan rezeki orang lain yang memang berharap bisa diterima CPNS disana. Dia pun mengikuti saran gue itu. Yah walau gue sebenarnya kecewa dia ga ambil CPNS-nya tapi gue bersyukur bisa ikut membantu dia mempermudah urusan orang lain. Dengan begitu temen gue ini juga akan bisa lebih bersyukur dan ga ngeluh dengan pekerjaannya se-hectic apapun itu karena ini udah jadi pilihannya sendiri.

Dari awal gue nolongin dia, selain sebagai temen, gue juga berharap jalan gue di CPNS kemarin juga dimudahkan walau ternyata gue ga lulus sampai akhir. Yah gue harap ini bisa jadi tabungan kebaikan gue dan bisa mempermudah jalan gue di CPNS tahun ini. Aamiin. Balik lagi ke benang merah cerita, ga pernah ada ruginya kalo kita mempermudah urusan orang lain. Ibaratnya itu salah 1 cara kita ber-ikhtiar juga. Toh Tuhan ga pernah tidur kan. Tuhan pasti lihat usaha kita selama ini. Jadi orang baik ga sulit kok. Dan sebaik2nya orang adalah orang yang bisa bermanfaat untuk orang lain. :)

Allah SWT berfirman :

"Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat maka kejahatan itu bagi dirimu sendiri..."
(QS. Al-Isra'/ 17 : 7 )

Dari Abu Hurairah ra berkata, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda :

"Barangsiapa menghilangkan kesulitan seorang mu'min di dunia, maka Allah akan melepaskan kesulitannya pada hari kiamat. Barangsiapa memudahkan orang yang tengah dilanda kesulitan, maka Allah akan memudahkannya di dunia dan di akhirat. Barangsiapa menutupi aib seorang muslim, maka Allah menutupi ainya di dunia dan akhirat. Dan Allah akan menolong hamba-Nya selama hamba itu menolong saudaranya..."
(HR. Muslim)

Jumat, 21 Februari 2014

Hinanya Jadi Orang Gendut

Sebenernya gue berusaha keras untuk ga nulis posting ini, tapi ternyata gue kepikiran terus sama kejadian yang beberapa lama ini baru gue alami dan itu berhubungan dengan badan gendut gue, jadi akhirnya gue memberanikan diri nulis posting ini yang mungkin juga bakal dibaca sama cowok gue. Tapi yaudahlah ya, toh ga ada salahya gue nulis pengalaman pribadi yang emang bener2 gue alami. Gue anggap ini salah satu stress relief gue atas hinaan orang2 tentang tubuh gue.

Gue terlahir dalam keluarga yang mengharuskan gue untuk gendut karena faktor keturunan. Di keluarga besar bokap, banyak banget yang bertubuh gendut, termasuk gue. Gue sebenernya dulu pernah kurus banget, dari mulai TK sampai akhirnya gue mendapat mens pertama gue. Perubahan hormon saat puber itu yang memaksa tubuh gue membesar tanpa bisa gue kendalikan. Porsi makan tetap, aktivitas tetap, tapi sejak puber, badan gue langsung berubah jadi bulat.

Ga ada yang mau punya tubuh gendut kayak gue, apalagi cewek kayak gue. Di saat jalan ke mall dan liat baju bagus dengan model terkini, orang2 gendut kayak gue cuma bisa mimpi untuk bisa pake baju2 itu. Susah cari baju, itu salah 1 masalah utama orang2 gendut kayak gue, ditambah lagi bokong gue juga termasuk besar. Kalo buat gue sebenarnya ga terlalu masalah karena gue termasuk tomboy, jadi baju2 gue ya kebanyakan T-shirt dan celana jeans aja.

Masalah makan juga kadang jadi momok buat orang2 gendut. Orang gendut selalu di cap sebagai orang yang makannya paling banyak. Dalam kasus gue, walau gue gendut tapi orang2 sekitar gue tahu kalo gue ga rakus soal makan. Makan gue tergolong normal atau bahkan sering dibilang sedikit untuk porsi orang gendut. Gue juga termasuk orang yang kalo makan lelet banget, ga kayak cap orang2 selama ini yang selalu nilai orang2 gendut makannya geragas dan cepet banget abisnya.

Orang2 gendut juga susah cari pasangan. Ini juga pernah gue alamin. Gue pernah deket sama seorang cowok yang dengan jujurnya bilang kalo dia akhirnya ninggalin gue karena ga suka cewek gendut. Dari situ gue selalu keras sama semua cowok yang deketin gue. Gue selalu bilang, kalo emang lo punya masalah sama badan gue mendingan ga usah deketin gue dari awal, silahkan cari cewek2 kurus sesuai tipe lo aja karena gue ga mau nantinya lo menuntut gue untuk bisa kurus. Cowok gue yang sekarang awalnya juga sempat menuntut gue seperti itu tapi sekarang dia udah bisa cuek, tapi ternyata ga berlaku sama nyokapnya.

Beberapa minggu lalu gue dimintain tolong sama cowok gue untuk jagain nyokapnya di rumah. Nyokapnya itu abis opname di RS selama 2 minggu karena vertigo dan dirumahnya emang ga ada yang jagain. Selama mereka belum dapat pembantu gue pikir ga papa deh gue yang jagain, bukan buat carmuk biar bisa dapet restu tapi karena gue tahu gimana rasanya ada di posisi cowok gue yang lagi ngalamin orangtuanya sakit. Demi Allah gue ikhlas nolongin mereka tanpa ada maksud apa2.

Hari pertama gue jagain, situasi masih normal. Saat itu gue lagi menjalankan puasa senin-kamis yang emang udah jadi kebiasaan gue, ade, dan nyokap. Pas hari kedua baru muncul sikon yang ga ngenakin. Pas makan siang, gue makan bareng sama nyokapnya pacar. Gue makan dengan porsi gue yang biasa, ga yang mentang2 lagi di depan nyokapnya pacar trus gue jadi jaim dan makan dikit. Pas liat porsi makan gue keluarlah komentar dari mulut nyokapnya pacar.

Nyokap Pacar (NP) : "kok makannya dikit Nis?? Udah tambah lagi jangan malu2."
Gue (G) : "emang saya biasanya makannya segini tante."
NP : "ah masa, biasanya kan orang gemuk makannya banyak."
G : "saya kalo makan besar emang cuma segini tante, saya ngemilnya yang sering."
NP : "makan dikit aja bisa gemuk gitu ya, gimana kalo makannya banyak."
G : -cuma bisa diem, ga komen apa2-
NP : "mungkin karena ga mikirin apa2 kali ya (cuma pengangguran maksudnya) jadi makan dikit aja jadinya daging semua."
G : "dikeluarga saya emang keturunan gemuk tante, dari keluarga bapak."
NP : "ah tapi pas bapak meninggal kok kurus."
G : "sejak bapak sakit emang turun banyak beratnya karena sempat ga bisa nelen, makan cuma lewat selang NGT."

Jleb!! Gimana perasaan lo kalo jadi gue?? Itu nyokapnya pacar loh yang ngomong, dan nadanya bukan nada bicara orang yang lagi becanda. Selain permasalahin badan gue, beliau juga menyinggung status gue yang masih jobless ini. Dan itu bukan cuma hari itu aja, tapi besoknya keulang lagi saat makan siang juga. Gue ga cerita masalah ini ke cowok gue. Tapi sejak kejadian itu gue jadi mikir aja, segitu hinanya kah gue sebagai orang gendut di mata orang2?? Gue yang belum jadi apa2 di keluarga mereka aja udah dapet perlakuan ga mengenakkan kayak gitu, gimana kalo gue nanti nikah sama cowok gue dan musti tinggal bareng mereka??

Cowok gue selama ini juga tahu gue udah berusaha keras untuk nurunin berat badan. Mulai dari diet ngurangin makan, OCD, ikut fitness sampai minum obat2an pelangsing ga jelas. Gue juga pengen bisa kurus, dan jadi gendut kayak sekarang juga bukan mau gue. Mungkin emang gue harus berusaha lebih keras lagi untuk bisa dapetin badan bagus. Sejak kejadian itu gue mulai diet lagi. Dan saat tulisan ini gue buat, gue sudah beberapa hari ga makan nasi dan mulai OCD lagi, gue juga sedang berpikir untuk mengganti makan malam gue hanya dengan segelas susu dari sebuah produk diet dan mungkin akan memperpanjang keanggotaan gue di gym. No pain, no gain. Semoga usaha gue membuahkan hasil.

Rabu, 12 Februari 2014

Jobless

Terhitung sudah 3 tahun lamanya sejak gue memutuskan untuk tidak bekerja. Dulu alasannya adalah gue lebih mementingkan kesehatan bokap yang memburuk karena komplikasi penyakitnya. Setelah bokap wafat bulan April lalu, gue memang belum sempat apply2 lamaran pekerjaan lagi karena gue mau fokus mempersiapkan diri untuk ikut CPNS tahun 2013 kemarin yang sayangnya membawa hasil yang mengecewkan. Alasan kenapa gue pengen jadi PNS akan gue tulis di posting yang beda nanti.

Setelah gue gagal di CPNS, gue mulai coba apply lamaran pekerjaan lagi, tapi sayangnya hal itu juga belum berbuah manis. Gue benar2 merasakan bagaimana susahnya mencari pekerjaan, apalagi ditambah dengan rekor buruk gue nganggur selama 3 tahun ini. Walaupun gue ada usaha sampingan berupa sebuah online shop, nyatanya banyak yang menganggap itu bukan bagian dari pengalaman kerja gue. Mereka ga pernah mempertimbangkan itu sebagai bentuk usaha keras gue untuk tetap cari uang halal. Mereka juga tidak memberikan excuse untuk alasan gue tidak bekerja diluar rumah selama 3 tahun ini. Begitu mereka tahu gue nganggur selama itu, maka mereka akan langsung men-judge gue sebagai seorang pemalas yang sama sekali tidak berkompeten untuk bekerja di perusahaan mereka.

Sudah ga terhitung berapa kali gue terima perlakuan ga ngenakin dari orang2 yang mempermasalahkan status jobless gue selama ini. Ada beberapa contoh yang akan gue tulis disini supaya para reader bisa ngerasain apa yang gue alamin. Salah 1 yang gue inget pas interview di salah 1 perusahaan yang bergerak di penjualan alat2 kebersihan. Waktu itu bokap masih ada dan gue sudah setahun tidak bekerja. Gue sengaja cari kerja yang deket rumah supaya bisa tetap sambil menjaga bokap. Tapi sayangnya bukan pekerjaan yang gue terima, tapi malah perlakuan ga ngenakin dari orang yang mewawancarai gue,

Saat dia tahu gue sudah setahun ga kerja, dia nanya alasannya dan gue jawab dengan jujur kalo gue harus menjaga bokap yang sakit2an. Setelah itu dia memberikan jawaban yang sangat mengejutkan gue, dia bilang itu paling cuma alasan gue aja. Dia berpikiran kalo gue paling cuma anak manja yang ga bisa lepas dari fasilitas orangtua, dengan alibi jagain bokap, gue bisa ga bekerja tapi tetap bisa menerima uang jajan dari orangtua. Waktu itu kebetulan juga gue baru aja mencoba membuka online shop gue, jadi gue kasih tahu hal itu ke dia supaya dia ga mikir kalo gue bisanya cuma nodong uang orangtua aja, tapi dia dengan jahatnya malah menyatakan bahwa hampir semua pengangguran pasti bilang kalo mereka punya usaha sendiri untuk nutupin status jobless-nya. Intinya dia ga percaya kalo olshop gue itu beneran ada. Intinya gue ga diterima kerja disana dan harus pulang dengan perasaan terhina.

Pernah juga saat gue mendapat panggilan wawancara di sebuah perusahaan finance yang juga dekat dengan rumah gue. Saat itu gue udah hampir 2 tahun ga bekerja. Waktu itu gue apply sebagai staff hukum di bagian HRD. Di lowongan kerja yang mereka keluarkan menyebutkan bahwa mereka membuka kesempatan untuk freshgraduate yang belum berpengalaman. Gue anggap walau gue bukan freshgraduate tapi gue belum berpengalaman, jadi mungkin gue masih ada kesempatan untuk bisa mendapatkan pekerjaan itu. Gue di interview oleh seorang ibu2 berhijab. Awalnya interview berjalan mulus sampai dia tahu kalo gue ternyata sudah menganggur lama. Dia juga ga menerima alasan kenapa gue memutuskan untuk ga kerja selama ini. Dia bilang orangtua bisa ditinggal dengan pembantu atau perawat, jadi ga perlu anaknya yang harus turun tangan sendiri.

Setelah banyak omongan ga enak yang terpaksa harus gue denger tanpa bisa gue ngelawan karena alasan sopan santun, gue menanyakan bagaimana hasil interview gue. Dia menyatakan kalo gue sama sekali ga cocok dengan jabatan yang gue lamar karena gue ga punya pengalaman. Saat gue tanyakan kenapa di lowongan dicantumkan terbuka kesempatan untuk orang yang belum berpengalaman, dia malah jawab dengan nada yang ga ngenakin. Gue masih inget banget apa kata2 si ibu itu. Dia bilang, "Kami lebih memilih untuk merekrut orang2 yang baru lulus daripada orang yang sudah lama lulus tapi lama menganggur dan tidak punya pengalaman kerja. Tidak ada gunanya merekrut orang2 seperti itu karena hanya akan merugikan perusahaan." Setelah itu gue kembali harus pulang dengan perasaan terhina.

Ga lama gue dapat panggilan kerja lagi di sebuah perusahaan finance yang berbeda tapi tetap di kota yang sama dengan tempat tinggal gue. Kali ini saat gue interview, topiknya sudah melenceng jauh dari bayangan gue. Dari yang awalnya gue melamar untuk posisi Legal Staff, sampai sana gue malah dikasih tahu kalo gue akan ditempatkan sebagai resepsionis. Alasan mereka pun sama, mereka menganggap gue ga punya kompeten untuk mengisi jabatan yang gue lamar itu dan berpendapat bahwa gue lebih cocok untuk mengisi posisi sebagai seorang resepsionis yang biasa diisi oleh anak2 lulusan SMA. Gue ditawari pekerjaan itu dengan gaji hanya 800rb/bulan. Jumlah yang bahkan nilainya jauh lebih rendah dari UMR di kota gue sebesar 2,2jt. Pekerjaan itu akhirnya gue tolak karena mereka memaksa menahan ijazah S1 gue kalo gue menerima pekerjaan itu, dan juga mereka mengharuskan gue untuk bekerja dengan full make up, pakai rok mini dan hi heels.

Kadang gue suka mikir, kok gampang banget orang bisa menjustifikasi orang lain hanya karena status saja. Mungkin status jobless gue sekarang bikin gue susah cari pekerjaan, tapi gue sama sekali ga pernah nyesel udah pernah memutuskan untuk ga kerja demi orangtua gue. Gue yakin Tuhan pasti akan menempatkan gue di tempat yang memang cocok untuk gue, bukan di tempat orang2 yang gampang menyepelekan tanpa melihat hasil kerja orang yang bersangkutan itu. Toh selama ini niat gue baik untuk cari kerja yang halal supaya gue bisa mandiri dan membanggakan orangtua gue, jadi gue yakin pasti Allah akan kasih gue jalannya walau itu bukan sekarang.

Jumat, 07 Februari 2014

Menutup Pintu Rezeki Orang

Gue mau cerita soal kejadian yang baru gue alamin soal menutup pintu rezeki orang lain. Tahun lalu (2013) untuk yang ke-3 kalinya gue ikutan penerimaan CPNS. Ga seperti tahun2 sebelumnya, kemarin gue cuma daftar di 3 instansi aja. Tapi ga usah gue sebutin kali ya instansi apa aja. Cuma 2 instansi yang bisa gue ikutin ujiannya. Instansi pertama gue lolos sampai tahap akhir yang menyisakan hanya 3 orang untuk posisi yang gue lamar. Sedangkan di instansi ke-2 gue gugur di ujian CAT-nya padahalnya nilai gue masuk passing grade semua.

Dengan hasil seperti itu, otomatis harapan gue satu2nya hanya di instansi pertama aja. Dari awal sebenernya gue udah pasrah karena melihat walau nilai gue masuk 3 besar yang lolos sampai tahap akhir, tapi gue berada di posisi ke-3 yang kemungkinannya kecil banget untuk bisa menggeser 2 posisi di atas gue. Tapi gue selalu berpikir toh rezeki ga bakal ketuker, jadi sampai tahap akhir gue berusaha total walau kemungkinan untuk lulus sangat kecil.

Selama nunggu hasil pengumuman akhir, gue bantu berdoa, solat malam dan sedekah sambil berharap semoga jalan gue dimudahkan sama Allah. Selama gue nunggu pengumuman akhir, gue juga berusaha cari tahu tentang 2 orang saingan gue itu. Biar simpel gue pake inisial aja ya. Peringkat pertama adalah si A, cowok, dan freshgraduate. Peringkat kedua adalah si B, cewek, sudah menikah dan punya anak, dan seangkatan sama gue.

Dari hasil stalking di sebuah forum, gue tahu kalo si A ikut CPNS di banyak instansi dan dia berharap keterima di instansi lain. Sedangkan si B, gue ga tahu dia ikut berapa banyak CPNS, tapi yang gue tahu dia sudah punya pekerjaan yang lumayan mapan, apalagi suaminya juga seorang PNS di instansi yang bisa dibilang punya gaji dan remun terbesar di antara instansi2 lainnya.

Begitu tahu 2 saingan gue itu, gue malah jadi down. Si A, dia freshgraduate yang aktif organisasi selama kuliah, dan itu jadi keuntungan sendiri buat dia. Si B, dia sudah punya pengalaman kerja lama yang pasti juga bakal jadi bahan pertimbangan yang bagus. Sedangkan gue pas wawancara akhir gue ngerasa si pewawancara sama sekali ga antusias mewawancarai gue yang selama ini cuma kerja di rumah dari online shop aja, dan punya pengalaman kerja terdahulu yang ga banyak dan berbeda jauh dari background pendidikan gue.

Tapi karena banyak yang menyemangati dan meyakinkan gue dengan bilang, "Allah itu Maha Tahu, Cha. Dia tahu siapa yang lebih butuh pekerjaan ini.", jadinya gue juga masih tetap optimis. Sebelum hari pengumuman, gue dapat info dari forum yang gue ikutin kalo ternyata si A sudah diterima di instansi yang memang dia incar sejak awal, dan berarti saingan gue hanya tinggal si B aja.

Saat hari pengumuman tiba, ternyata si B yang diterima. Walau kecewa gue berusaha untuk menerima. Mungkin itu memang rezeki si B, rezeki anaknya si B juga. Lagipula gue akui si B emang jauh lebih unggul dibanding gue, dari nilai selama tes dan juga pengalaman kerjanya. Gue kembali fokus sama online shop gue sambil mencoba melamar pekerjaan di perusahaan swasta. Fyi, sejak bokap meninggal gue emang belum apply2 kerjaan lagi karena niatnya emang fokus CPNS dulu untuk memenuhi harapan orangtua gue yang memang menginginkan gue jadi PNS.

Jujur dalam hati gue, gue masih mengharapkan keajaiban tapi ternyata si B melakukan pemberkasan yang berarti memang sudah tidak ada harapan buat gue maju menggantikan dia. Yah gue cuma bisa pasrah, dan membulatkan tekad kalo tahun ini (2014), gue musti dapat nilai tertinggi di posisi yang gue lamar kalo ada CPNS lagi.

Sebulan berlalu dan tiba2 gue dapet kabar kalo si B tiba2 mengundurkan diri dan tidak jadi mengambil CPNS di instansi tersebut. Gue pikir gue masih ada harapan untuk bisa menggantikan posisi kosong yang ditinggalkan si B itu. Tapi ternyata kabar yang gue terima, ga akan ada perubahan apapun, posisi si B akan tetap dikosongkan dengan alasan semua berkas sudah masuk ke BKN untuk proses pembuatan NIP dan sangat ga memungkinkan untuk mengusulkan 1 NIP tambahan peserta cadangan karena ada yang mengundurkan diri.

Jujur gue kecewa. Lebih berat menerima kabar ini, dibandingkan saat gue tahu bukan gue yang lulus di pengumuman akhir. Gue sangat menyayangkan apapun alasannya si B mengundurkan diri. Gue pikir kalo memang si B ga yakin, kenapa dia ga mengundurkan dirinya sebelum pemberkasan saja?? Kenapa baru sekarang?? Kenapa baru setelah pemberkasan selesai dan proses pembuatan NIP berjalan?? Seandainya dia mundur sebelum pemberkasan, sudah bisa dipastikan gue yang akan menggantikan posisinya mengingat si A sudah diterima di instansi lain.

Gue yang emang ga bisa berbuat apa2 cuma bisa pasrah dan berusaha keras untuk nerima. Bahkan ada seorang temen yang gue curhatin soal ini bilang gini ke gue, "Sabar aja Cha, secara ga langsung dia sudah menutup pintu rezeki lo. Dosa besar menutup pintu rezeki orang, apalagi itu anak yatim yang memang membutuhkan dan sudah berusaha keras mendapatkan pekerjaan halal. Insya Allah pintu rezeki lo yang lain nanti akan dibukakan lebih lebar."

Gue jadi berpikir aja, apa bener yang temen gue bilang?? Apa bener si B secara tidak langsung yang menutup pintu rezeki gue di instansi itu?? Gue ga mau berpikiran jelek. Gue akan berusaha tetap mikir kalo ya memang ini belum rezeki gue. Semoga aja kekecewaan gue ini bisa diganti sama yang lebih indah sama Allah di tahun ini. Aamiin.

Selasa, 21 Januari 2014

Bukan Sekedar Sahabat

Teringat saat ayahku terbaring dalam kondisi komanya bulan April tahun lalu. Aku berusaha menguatkan diriku sendiri sampai aku tersadar ternyata masih ada yang peduli padaku. Tanpa aku minta, sekali lagi dia berdiri di hadapanku malam itu. Menghiraukan kelelahannya sendiri demi menunjukkan padaku jika dia selalu ada saat aku butuh. Sekali lagi dia buktikan jika dia ada di saat2 tergenting dalam hidupku. Di saat orang2 yang mengaku paling dekat denganku justru tidak ada disampingku saat itu.

Berusaha keras aku tidak menangis atau mengeluh sedikit pun malam itu, karena aku ingin menunjukkan kepadanya bahwa aku baik2 saja. Aku tidak ingin keberadaannya disana malah melemahkanku. Aku berterima kasih padanya dengan cara sederhanaku. Tidak menangis selama menghadapi semuanya walau sebenarnya sudah ingin kulepaskan tangisku dipundaknya saat dia datang. Mungkin dia tahu jika berusaha keras menyembunyikan tangisku malam itu.

Sudah banyak keluh kesah dan airmata yang kubagi dengannya. Selama itu pula dia setia mendengarkanku. Mendampingiku walau banyak teman2nya yang mempertanyakan itu. Dia sudah menunjukkan seberapa pentingnya aku untuknya. Sama seperti seberapa pentingnya dia bagiku. Kami terikat satu sama lain dalam hubungan istimewa yang kadang tidak di mengerti oleh banyak orang.

Sudah banyak yang bertanya apakah aku punya perasaan lebih untuknya?? Yang seperti biasa hanya kujawab dengan tawa. Yang akan dia jawab pula dengan cara yang sama saat mendapatkan pertanyaan serupa. Mungkin banyak yang tidak percaya, tapi kami bisa saling memiliki tanpa melibatkan rasa cinta. Yang kami punya hanya ketulusan seorang sahabat yang sudah teruji oleh banyaknya peristiwa. Dan kini dia bukan hanya sekedar sahabat buatku, tapi keluarga. Keluarga yang sebenarnya.

Dan ada juga mereka, 2 orang yang sejak awal sudah kuanggap melebihi kakakku sendiri. Mereka juga sudah teruji selalu ada disampingku. Di detik2 terakhir hidup ayahku, mereka ada disana. Berbagi duka denganku saat itu. Mereka melengkapi dan mengisi kekosongan yang aku rasakan dalam keluarga selama ini. Membuatku merasa punya sebuah keluarga yang utuh.

Banyak orang yang merendahkanku karena status sosial atau keadaan ekonomiku. Tapi mereka berdua, yang terbilang memiliki segalanya, tidak pernah membandingkanku sedikitpun. Mereka menganggapku sama seperti mereka. Mereka menerimaku tulus tanpa melihat apakah aku sederajat dengan mereka atau tidak. Saat bersama mereka aku benar2 dipandang sebagai manusia yang sama, tidak seperti kebanyakan orang yang hanya menilai dari harta.

Mungkin aku tidak punya banyak harta, pekerjaan yang mapan, atau status sosial yang tinggi. Tapi aku punya mereka. 3 orang yang selalu memberiku semangat tanpa henti. Orang2 yang selalu mengingatkanku agar aku bisa terus bersyukur pada keadaanku seburuk apapun itu. Karena seburuk apapun aku, aku yakin akan tetap ada mereka yang bisa menerimaku tanpa syarat apapun.

Kamis, 16 Januari 2014

Berdialog Dengan Tuhan

Tuhan, ada banyak hal yang ingin aku sampaikan padaMu. Mengapa Kau seolah tidak pernah mendengar doaku, Tuhan?? Kau terus mengujiku tanpa memberiku sedikit jeda. Aku tidak ingin mengeluh, tapi aku sudah sangat lelah.

Sudah banyak hal buruk yang aku lalui dan aku coba terima dengan lapang dada. Tapi itu semua tidak juga mengubah apapun. Aku tetap pada keadaanku saat ini. Sangat rendah, nyaris hina. Makin terbiasa oleh injakan orang2 yang meremehkanku karena keadaanku.

Ada beberapa saat Kau tunjukkan kepadaku bahwa Kau pun memberikan situasi yang nyaris sama pada orang2 terdekatku. Tapi tetap saja keadaan mereka tidak seburuk aku. Mereka masih punya banyak hal yang tidak aku punya, yang selama ini aku selalu pinta padaMu tapi belum juga Kau berikan.

Sejujurnya aku iri pada mereka, Tuhan. Tapi aku tidak ingin menganggapMu bersikap tidak adil padaku. Aku tetap harus belajar menerima walau itu menyesakkan. Aku tahu Kau sedang mengajari dan mengasahku untuk bisa lebih kuat menghadapi hidup dibanding mereka.

Aku tahu bagaimana rasanya menghadapi semua kesedihanku sendiri saat mereka bahkan tidak ada 1 pun yang mau mengerti. Mereka hanya tahu bagaimana cara menasehatiku agar bersabar tanpa mereka tahu sudah seberapa bersabarnya aku menghadapi semuanya.

Mereka hanya bisa menasehatiku agar tidak menangis saat aku berada di kondisi tersulitku. Mereka tidak pernah tahu bagaimana rasanya ada di posisiku, di posisi terendahku. Apa mereka bisa melakukan apa yang mereka nasehatkan padaku jika berapa di posisiku??

Terkadang aku bertanya pada diriku sendiri. Apa aku meminta terlalu banyak padaMu, Tuhan?? Hingga doa sederhanaku saja belum juga Kau kabulkan. Apa aku terlalu serakah meminta padaMu, Tuhan?? Aku hanya ingin bisa membuktikan kepada mereka bahwa aku bisa berguna. Itu saja.

Saat ini aku masih terus berusaha percaya padamu Tuhan, bahwa ada hal2 luar biasa yang sedang Kau siapkan untukku setelah aku bisa melalui semuanya. Kuatkan terus keyakinanku pada kebesaranMu. Dampingi aku terus, Tuhan. Buat aku percaya bahwa rencanaMu untukku kelak akan lebih hebat dari apa yang aku minta.