Sabtu, 26 Oktober 2013

Instagram

Setelah sekian lama menahan diri untuk mengurangi ke-eksis-an gue di dunia maya dengan tidak menambah akun sosial media, ternyata gue terprovokasi juga untuk akhirnya bikin akun juga di instagram. Hahahaha. Dulu tiap ada sosial media yang lagi hits di kalangan anak2 muda, gue jadi salah 1 orang yang buru2 ikutan bikin akun baru. Tapi setelah usia semakin bertambah dan gue-nya juga udah mulai males kalo tiap online musti buka banyak tab untuk untuk nge-cek masing2 akun sosial media gue itu, akhirnya gue mulai membatasi aktivitas gue di dunia maya. Akun sosial media gue yang masih aktif sampai sekarang cuma blog ini (blog termasuk sosial media bukan sih??), twitter dan facebook aja, itupun facebook jualan, karena facebook pribadi gue sudah gue deactivated sejak beberapa tahun lalu.

Awalnya gue bikin (akhirnya) bikin akun instagram adalah gara2 provokasi salah 1 teman kecil gue, sebut saja namanya N. Dia termasuk yang jengah dengan muka fotogenik gue. Hahaha. Yup, dia salah 1 orang pertama yang selalu komentar negatif tiap kali gue ganti profil pic, entah di WhatsApp, twitter atau manapun itulah pokoknya yang ada foto gue-nya. Dia memprovokasi gue untuk bikin akun instagram. Dia bilang kalo gue emang fotogenik, buktikanlah seberapa banyak orang yang setuju dan nge-like foto2 gue itu. Semakin banyak foto gue di like orang berarti semakin banyak orang yang tertipu. Sungguh ga sopan ya..!!

Berbulan2 gue bisa tahan, dan akhirnya pertahanan gue runtuh juga di bulan oktober ini. Gue akhirnya bikin akun juga di instagram, itupun setelah gue akhirnya menemukan sebuah aplikasi hp yang punya akses penuh ke instagram untuk windows phone gue. Gue masih sangat menahan diri untuk ga ikutan pake android. Hahaha. Semacam anti mainstream sekali ya gue. Ga sih sebenernya mah emang karena ga punya duit aja buat beli2 hp begitu, soalnya gue ngincernya emang hp android yang rada menguras kantong harganya. :p

Pembukaannya kayaknya panjang banget ya, padahal mah intinya sebenernya cuma pengen pamer akun baru gue aja. Hihihi. Yuk mari deh yang mau kepo sama instagram gue. Bisa diliat disini. :p




Selasa, 01 Oktober 2013

Krisis Gotong Royong

Sebelum gue mulai tulisan ini, gue pengen ngucapin belasungkawa untuk Opung, tetangga samping rumah gue yang hari ini meninggal dunia setelah kurang lebih 4 tahun berjuang melawan kanker payudara. Sebelumnya dokter memberikan vonis kalau Opung cuma bisa bertahan hidup selama 3 bulan sejak terdeteksi terkena kanker stadium 4, tapi kuasa Tuhan berkata lain, Opung nyatanya mampu hidup hingga bertahun2 melampaui vonis dokter itu. Saat tulisan ini gue tulis, nyokap yang baru aja pulang kantor langsung menghubungi para ibu2 sekitar untuk membantu di rumah duka. Nyokap dan ibu2 lainnya berinisiatif untuk menggelar rapat kecil soal konsumsi di rumah duka.

Teringat beberapa bulan lalu saat bokap meninggal dunia, gue langsung inget betapa baiknya para tetangga dan kerabat yang banyak membantu mulai dari proses jenazah tiba dan disemayamkan di rumah hingga selesai proses pemakaman. Bokap yang meninggal jam 21.30 WIB, jenazahnya baru tiba di rumah menjelang tengah malam. Saat itu gue ditemani pacar ditugaskan nyokap pulang lebih dulu menyiapkan rumah guna menyambut kedatangan jenazah.

Pas gue sampe rumah ternyata sudah banyak tetangga yang datang berkumpul dan di depan rumah gue sudah terpasang tenda dan bangku2 untuk para pelayat. Mereka berkumpul di depan rumah menunggu gue datang untuk bantu2 berbenah sebelum jenazah datang. Gue dibantu para tetangga akhirnya bergerak cepat untuk mengosongkan ruang tamu. Beberapa ibu2 juga dengan spontan membantu menyapu lantai dan menggelar karpet di ruang tamu. Alhamdulillah begitu jenazah tiba, rumah sudah beres. Beberapa tetangga ada yang bertahan di rumah gue sepanjang malam itu membacakan doa untuk bokap.

Besok paginya sebelum proses pemakaman, ada tetangga yang mengantarkan beberapa bungkus nasi uduk untuk sarapan keluarga gue. Pihak mesjid dekat rumah juga menawarkan untuk meminjamkan keranda dan mobil jenazah untuk membawa jenazah bokap yang terpaksa harus kami tolak karena kami sudah mendapatkan pinjaman mobil jenazah beserta keranda dari kantor nyokap. Sebelum pemakaman, banyak makanan yang diantarkan para tetangga ke rumah. Mulai dari sup, telur balado, sambel goreng kentang, hingga ayam goreng. Makanan dirumah kami saat itu benar2 berlimpah dan mampu menyuplai persediaan makanan keluarga gue selama 3 hari.

Beberapa hari setelah pemakaman, gue nanya ke nyokap, berapa jumlah uang yang beliau keluarkan untuk biaya sewa tenda, dan segala macam hal lainnya. Nyokap bilang semua gratis. Tenda dan kursi, mobil jenazah, tanah makam, bahkan makanan yang dikasih sama para tetangga. Nyokap cuma kasih uang terima kasih untuk orang2 yang membantu proses pemakaman, misal : supir mobil jenazah, tukang gali kubur, dan tukang pasang tenda. Keluarga gue benar2 merasa bersyukur karena dimudahkan semuanya saat bokap meninggal dunia. Kami juga sangat berterima kasih sama para tetangga dan kerabat yang dengan sigap membantu kami tanpa pamrih.

Sayangnya perlakuan berbeda diterima sama keluarga temennya ade gue yang tinggal ga jauh dari rumah gue. Wilayah rumah kami masih berada dalam 1 RW namun berbeda RT. Temennya ade gue itu kehilangan kakeknya sebulan setelah bokap gue meninggal. Namun mereka harus mengeluarkan banyak uang demi kelancaran proses pemakaman. Jenazah si kakek yang dimakamkan dalam 1 liang dengan istrinya saja ternyata masih dikenakan biaya tanah. Yang mengejutkan adalah pengakuan temennya ade gue yang menyatakan kalau 3 hari setelah pemakaman, datang tagihan untuk biaya makanan dari para tetangga yang memasak untuk mereka. Sangat disayangkan kalo keluarga yang sedang ditimpa musibah harus menanggung beban secara materi untuk hal2 yang seharusnya bersifat sukarela.

Ternyata sudah banyak nilai2 kemanusiaan yang terkikis di masyarakat saat ini. Musibah seseorang pun nyatanya bisa dijadikan sebagai objek untuk memperoleh penghasilan. Kalo di desa2 masih menjunjung tinggi rasa kebersamaan, kayaknya susah banget nemu hal2 kayak gitu di pinggiran kota besar seperti ini. Walau ga semua, tapi nyatanya ada sekelompok orang yang lebih mementingkan materi dibanding dengan rasa gotong royong yang selama ini diagung-agungkan di masyarakat.