Rabu, 14 September 2016

Beli Rumah VS Kost/Ngontrak Setelah Nikah

Mau tinggal dimana setelah nikah?? Salah satu masalah utama yang jadi bahan perbincangan serius antara gue dengan si pacar sebelum nikah. Kita berprinsip kalo bisa setelah nikah kita tinggal sendiri, ga tinggal sama orangtua untuk bener2 belajar berumahtangga yang mandiri. Karena itu, kita mulai dari cari info kost-an deket kantor, cari info kontrakan sampai cari info KPR rumah dari jauh2 hari sebelumnya. Banyak pertimbangan diantara semua pilihan itu dan masing2 ada untung ruginya masing-masing.

1. Kost Deket Kantor
    (+) Ga tua di jalan
    (+) Otomatis menghemat bensin harian ke kantor
    (-) Ada pengeluaran lebih buat makan sehari2
    (-) Biaya kost deket kantor mahal (2-3jt/bulan untuk pasutri)
    (-) Privacy kurang
    (-) Agak ga nyaman kalo dapet tetangga kost rese
    (-) Untuk cuci2 dan masak bakal rempong

2. Ngontrak Rumah
    (+) Untuk cuci dan masak bisa bebas
    (+) Privacy lebih terjamin
    (-) Biaya kontrakan dekat kantor mahal
    (-) Kontrakan yang murah jauh dari kantor
    (-) Kebanyakan kosongan jadi harus ngisi furniture sendiri
    (-) Ribet kalo musti pindah2an lagi
    (-) Biaya tambahan untuk air-listrik, dll

3. KPR Rumah
    (+) Sekaligus investasi properti
    (+) Privacy jelas terjamin
    (+) Cuci-masak lebih nyaman
    (+) Ga perlu mikir pindah2 lagi
    (-) DP rumah mahal
    (-) Perlu waktu sampai rumah jadi (indent)
    (-) Belum tentu disetujui bank
    (-) Jarak rumah-kantor cenderung jauh

Kita sempet hampir booking kontrakan untuk 1 tahun di daerah Meruyung Depok, tapi sayangnya batal karena keduluan orang. Sempet juga nyari kost deket kantor tapi kok ya mikir juga kalo biaya kost per bulan segitu kok sayang ya?? Akhirnya dengan niat kuat, kita mutusin untuk KPR rumah aja terutama setelah tau gue hamil. Ngeliat dari pengalaman kakak gue sendiri dan temen2 senior gue yang udah punya anak, begitu punya anak akan banyak pengeluaran tidak terduga, karena itu kadang banyak orang yang udah punya anak pun ga bisa nabung buat beli rumah, apalagi makin hari harga rumah makin mahal. Jadi sampe anak2nya gede tetep ngontrak atau tinggal sama orangtua dan kami ga mau seperti itu. Nauzubilah min zalik. Dari pertimbangan utama itulah mulainya gue dan pacar cari2 info KPR, mulai dari yang subsidi atau non subsidi. Selama proses pencarian rumah itu kami terpaksa tinggal sama orangtua, weekday di rumah orangtua pacar, dan weekend di rumah orangtua gue.

Untuk rumah sendiri kami punya beberapa pertimbangan dalam proses pemilihan:
1. Bebas banjir, ga deket kawasan sutet. 
2. Lokasi rumah-kantor jangan lebih dari 30km.
3. Lokasi rumah harus deket sama mertua/orangtua gue biar nanti gampang nitipin anak.
4. Aksesnya mudah, kalo bisa di jalan utama besar dan banyak angkutan umum.
5. Dekat dari fasilitas kesehatan dan fasilitas umum lainnya.
6. Lokasi di kawasan yang perkembangan harga propertinya bagus.
7. Spesifikasi bangunan harus bata merah (request khusus pacar).
8. Yang DP-nya ringan/bisa dicicil.
9. KPR-nya bisa sampai 20-25 tahun.

Karena alesan no.3 diatas, kita cari rumah masih di sekitar kota Depok karena rumah mertua di Sawangan, dan rumah orangtua gue di Depok 1. Berhubung rumah orangtua gue udah deket dari pusat kota Depok yang mana harga tanah/rumah udah mahal, akhirnya pencarian dialihkan ke daerah Sawangan dan sekitarnya yang deket sama rumah mertua. Pencarian dimulai dari daerah Cinere, Pasir Putih sampe Pengasinan. Untuk daerah Cinere jujur aja kita belum mampu deh beli rumah di kawasan sana, untuk tipe rumah 36/72 yang pernah kita survey aja harganya udah mencapai 800juta di salah 1 kompleks yang lumayan terbilang elit itu. Selain itu kita pernah survey sekitaran Krukut-Grogol yang jadi daerah tengah-tengah antara rumah orangtua gue dan rumah mertua, sebenernya enak disitu karena daerahnya sudah mepet Jakarta Selatan, tapi berhubung medan jalannya masih kacau dan jalanan di pinggiran kali krukut banyak yang longsor dan tanpa pembatas jalan makanya kita urungkan beli di daerah sana.

Sempet survey di daerah belakang mesjid kubah mas juga, so far masih banyak yang murah rumah disana, untuk tipe 36/72 rata2 masih di kisaran 300juta dan bisa nyicil langsung ke developernya tanpa harus KPR bank, sempet tergoda juga beli disana tapi sayangnya akses jalan ke lokasi yang kita survey belum bagus, masih tanah berbatu2 gitu dengan listrik yang ala kadarnya. Untuk kondisi gue yang saat itu sedang hamil muda aja pas survey kesana rasanya berat banget apalagi kalo harus tiap hari lewat jalanan kayak gitu takutnya malah keguguran (nauzubillah min zalik). Survey berlanjut ke daerah Pasir Putih tapi karena akses jalannya kecil, jauh dari jalan utama dan jarang angkutan umum (ga ada malah), kita juga akhirnya coret daerah itu, begitupun dengan daerah Pengasinan.

Kita sempet ditawarin beberapa temen untuk ambil rumah bersubsidi di kawasan Citayam, Bojong Gede, atau Kalisuren tapi karena pertimbangan daerah itu jauh banget dari rumah orangtua gue dan rumah mertua jadi kita urungkan juga ambil disana. Selain itu, tanpa bermaksud mengecilkan kualitas rumah bersubsidi, dari pengalaman temen2 gue yang sudah lebih dulu beli rumah bersubsidi, rata2 mereka harus mengeluarkan uang lebih untuk renovasi lagi karena belum 1 tahun tembok ada yang sudah retak atau atapnya bocor. Karena pertimbangan itu dan saran para orangtua akhirnya kita mencari perumahan non subsidi saja dengan harapan bisa dapat kualitas bangunan yang lebih baik dan ga perlu banyak ngeluarin dana untuk renovasi lagi ke depannya.

2 bulan pencarian setelah nikah akhirnya bulan Juni 2016 kita memantapkan hati dan mutusin untuk melakukan booking fee di salah satu perumahan yang lokasinya sekitar 150meter dari pertigaan parung bingung (Villa Casablanca), which is deket banget juga dari rumah mertua yang ada di Arco Depok yang jaraknya ga sampe 1 km dari situ. Kenapa kita pilih disitu?

1. Waktu itu lagi ada promo DP yang bisa dicicil, DP sebesar 67juta bisa dicicil 5x untuk rumah yang indent dan bisa dicicil 2x untuk rumah yang ready stock. Kita pilih yang indent karena emang masih dalam tahap menstabilkan keuangan pasca resepsi pernikahan yang lumayan menguras tabungan. Biaya booking fee sebesar 5juta juga dikurangi dari total DP yang harus dibayar tadi. Karena kita pilih rumah indent, jadi DP dicicil dari bulan Juni sampai Oktober 2016.

2. Untuk tipe rumah 36, kita dapat tanah dengan luas 81m2 yang mana perumahan lain di sekitar situ juga dengan harga yang kurang lebih sama (460jutaan) rata2 tanahnya hanya dapat 72m2 saja.

3. Termasuk perumahan besar dengan sistem one gate yang insya allah keamanannya terjamin. Belum lagi letak perumahan ini ada di pinggir jalan besar yang angkutan umumnya hampir 24 jam lewat di depannya.

4. Bekerjasama dengan banyak bank untuk KPR-nya sehingga pembeli bisa memilih mau memakai bank apa. Saat pengajuan pihak developer akan menawarkan untuk mengajukan 3 bank sekaligus untuk kemudian tinggal pembeli yang memilih akan mengambil KPR dimana setelah pengajuan kreditnya disetujui.

5. Lokasi perumahan ini dekat sama rencana pembangunan tol Depok-Antasari, yang sukur2 kalo jadinya cepet bisa mempersingkat waktu perjalanan kami ke kantor di kawasan Senopati Senayan.

6. Alasan lainnya seperti yang tercantum diatas Insya Allah sudah tercover semua juga.

Alhamdulillah, mungkin ini rezeki anak di kandungan, semua proses dipermudah. Mulai dari saat pengajuan kredit, tahap mencicil DP hingga akhirnya kami melakukan akad kredit rumah semuanya terbilang cepat, lebih cepat dibanding perkiraan awal. DP yang semula harus kami cicil 5x, alhamdulilah dalam 3 bulan sudah lunas sehingga akad kredit pun juga bisa segera dilaksanakan begitu DP dinyatakan lunas. Proses pengajuan kredit pun tidak terlalu berbelit2, dari 3 bank yang kami ajukan KPR (BNI, BRI, CIMB Niaga) akhirnya kami memilih untuk memilih BNI dengan jangka waktu KPR 120 bulan atau hanya 10 tahun, dengan cicilan per bulan sebesar 4,9juta selama 2 tahun pertama, 5,3juta untuk tahun ke-3 s.d. tahun ke-5, dan tahun ke-6 hingga ke-10 mengikuti perkembangan suku bunga yang ditetapkan di BNI.

Tahap pembangunan rumah yang awalnya dijanjikan akan selesai pada bulan Desember pun nyatanya selesai lebih cepat juga. Setelah kami melakukan akad kredit pada tanggal 2 September 2016 lalu, 2 hari kemudian kami mengecek ke perumahan dan sangat terkejut saat melihat progress rumah kami sudah 90% selesai, dan Insya Allah sebelum Oktober rumah tersebut sudah dapat dilakukan serah terima dan dapat kami tempati.

Saat mengunjungi kantor pemasaran untuk meminta brosur rumah untuk teman kantor si suami, kami juga dikejutkan dengan harga rumah yang sudah naik. Benar2 rezeki anak dalam kandungan karena bulan Juni kami memutuskan untuk booking fee dan tetap mendapat harga lama, dan pada bulan depannya (Juli 2016) harga rumah untuk tipe yang sama sudah naik sekitar 20-30juta dari harga lama. Melihat peningkatan harga yang cepat sekali naiknya Insya Allah pilihan kami tidak salah dengan mengambil rumah disitu. Sekarang waktunya berjuang untuk pintar2 membagi pemasukan untuk membayar segala macam kebutuhan, cicilan rumah, persiapan melahirkan, hingga tabungan anak. Kami sih positif thinking saja, toh ini semua buat anak kami nantinya, Insya Allah rezeki kami dan (calon) anak kami dilancarkan terus ke depannya supaya kelak bisa punya kehidupan yang layak. Aamiin.