Semasa kuliah, aku adalah tipe mahasiswa kupu2 (kuliah pulang-kuliah pulang), hampir semua waktuku banyak terbuang di kampus ataupun kamar kost sebagai tempat persembunyianku dari teriknya cuaca Semarang sepulang kuliah. Benar2 hampir tak ada waktu untuk menjelajahi Semarang seperti yang biasa dilakukan oleh banyak mahasiswa perantauan lainnya. Namun di penghujung semester akhir kuliahku, aku mulai berpikir untuk mulai mengunjungi objek2 wisata yang ada di sana. Aku merasa perlu punya kenangan lebih tentang Semarang terutama pariwisatanya. Berikut ini aku akan mencoba merangkum seluruh cerita perjalananku ke tempat2 wisata di Semarang walau sebagian cerita itu sudah kutulis di blog ini dalam postingan lama.
Petualanganku menyambangi tempat2 wisata di Semarang di mulai saat teman kost-ku dulu (yang sudah lulus dan melanjutkan S2 di Jakarta) datang kembali ke Semarang untuk melakukan PKL bersama dengan seorang teman kampusnya. Selama 3 bulan masa2 PKL itulah aku dan para sahabatku itu memulai perjalanan seru kami menjelajahi tempat2 menarik di Semarang.
Dimulai dari Bandungan, kawasan dingin di Semarang ini sering disebut sebagai ''Puncak''-nya Semarang. Daerah wisata yang sebenarnya potensial karena keindahan alamnya, namun dicap sebagai daerah ''kotor'' karena banyaknya panti pijat, losmen2, dan pemandian air panas yang sering dijadikan sebagai tempat mesum. Jika saja banyak pengusaha yang lebih ketat menerapkan aturan dalam menjalankan bisnisnya, mungkin cap itu tidak perlu ada.
Goa Kreo yang terletak di wilayah Gunungpati Semarang juga menjadi salah 1 tujuan kami. Selain itu Candi Gedong Songo yang terletak di wilayah Gunung Ungaran ini juga tak lupa kami datangi . Sayangnya, kurangnya informasi mengenai objek2 wisata di Semarang, membuat kedua tempat wisata ini jarang dikunjungi terutama wisatawan luar daerah. Kedua tempat wisata tersebut keadaannya juga sudah mengenaskan karena banyak coretan2 dari tangan2 jahil para pengunjung, selain itu banyak sampah yang bertebaran begitu saja di kawasan wisata tersebut yang tentunya sangat mengganggu kenyamanan.
Menjelang wisuda, aku kembali mengajak para sahabatku untuk mengunjungi tempat2 wisata lainnya di Semarang, namun kali ini kami memilih untuk berkunjung ke lokasi wisata yang berada di dalam kotanya saja. Dalam 1 hari itu banyak tempat wisata yang kami kunjungi. Perjalanan dimulai dari Klenteng Sam Poo Kong yang dibangun untuk menghormati Laksamana Ceng Ho di wilayah Simongan Semarang, setelah itu berlanjut ke Vihara Buddhagaya Watugoong yang terletak di pinggir jalan menuju Ungaran, dan diakhiri dengan mengunjungi kawasan tugu muda yang juga berdekatan dengan Lawang Sewu, bekas bangunan sisa2 jaman penjajahan yang terkenal angker. Di hari yang berbeda, kami juga sempat mengunjungi Mesjid Agung Semarang dengan kemegahan arsitekturnya.
Di lain kesempatan, aku juga pernah mengantarkan seorang temanku dari Jogja yang saat itu datang ke Semarang untuk memotret di acara wisudaku. Cuaca yang terik dan waktu yang terbatas, aku hanya bisa menemaninya jalan2 di sekitar kota lama saja. Walaupun begitu dia mengaku sangat puas karena ada banyak objek fotografi disana. Namun sayangnya, banyak bangunan yang sudah tidak terpelihara dan terkesan kumuh, ditambah dengan banyaknya sampah dan coretan2 jahil di tembok2 bangunan tersebut.
Sebagai ibukota provinsi Jawa Tengah, seharusnya wisata Semarang bisa jadi icon pariwisata yang membanggakan, namun kenyataannya pariwisata Semarang kalah pamor dengan pariwisata di daerah2 Jawa Tengah lainnya. Masyarakat lebih mengenal Magelang dengan Borobudurnya, Wonosobo dengan Diengnya, ataupun Karimun Jawa dengan wisata baharinya. Banyak faktor yang tidak mendukung berkembangnya wisata di Semarang. Informasi yang kurang, objek wisata yang keadaannya sudah tidak terawat, fasilitas menuju ataupun yang berada di kawasan objek wisata tidak memadai, dan berbagai faktor lain yang membuat objek wisata di Semarang jarang dilirik oleh para wisatawan.
Pemerintah kota Semarang seharusnya dapat ''mencuri'' ilmu dari daerah2 pariwisata lainnya di Indonesia yang telah berhasil mengembangkan potensi pariwisatanya, contohnya Yogyakarta yang industri pariwisatanya telah dikenal hingga ke mancanegara. Pemerintah kota Semarang dapat mencontoh pemerintah DIY yang membuat dan menyebarkan peta wisata multibahasa (Indonesia-Inggris) sebagai salah 1 sarana yang memudahkan wisatawan untuk mengunjungi berbagai objek wisata.
Peta wisata tersebut dapat berisi tentang denah lokasi wisata, restoran, dan tempat2 kerajinan khas ataupun daerah wisata kuliner khas Semarang yang berada di seluruh wilayah Semarang. Peta wisata itu sebaiknya ditempatkan di berbagai tempat umum seperti bandara, stasiun, mall, dan tempat2 keramaian lainnya. Dengan adanya peta wisata ini pasti akan sangat membantu para wisatawan terutama backpacker.
Selain peta wisata, promosi tentang industri pariwisata juga harus lebih digalakkan. Salah satu caranya dapat dengan membuat website khusus pariwisata Semarang yang berisi tentang objek2 wisata Semarang dan informasi2 pendukung lainnya, seperti lokasi penginapan, restoran, ataupun nomor telpon angkutan umum yang dapat dihubungi seperti taksi atau travel. Dengan cara seperti ini, para wisatawan yang ingin berkunjung ke Semarang dapat dengan mudah mengakses informasi yang mereka butuhkan dari sumber yang memang valid.
Di kawasan objek wisatanya sendiri, perlu dilakukan pemugaran ataupun perawatan agar kondisinya tetap baik. Fasilitas yang ada di sekitarnya pun harus diperhatikan karena menyangkut kenyamanan bahkan keselamatan para wisatawan yang datang. Salah 1 yang perlu diperhatikan adalah papan petunjuk jalan yang jumlahnya masih kurang. Papan petunjuk jalan ini sebaiknya juga dibuat multibahasa (Indonesia-Inggris). Kebersihan di lokasi wisata juga sangat penting, misalnya saja toilet. Jarang sekali ada toilet di tempat2 wisata tersebut (terutama di tempat wisata alam) yang kondisinya bersih dan terawat. Pemerintah kota Semarang juga dapat memperkerjakan orang2 yang memang kompeten di bidang pariwisata dan memiliki pengetahuan yang baik terhadap objek wisata Semarang untuk ditempatkan di lokasi wisata. Selain warga setempat, sebaiknya ada orang2 yang menguasai bahasa asing yang ditempatkan disana agar para wisatawan asing yang datang tidak kesulitan untuk memperoleh informasi.