Teringat saat ayahku terbaring dalam kondisi komanya bulan April tahun lalu. Aku berusaha menguatkan diriku sendiri sampai aku tersadar ternyata masih ada yang peduli padaku. Tanpa aku minta, sekali lagi dia berdiri di hadapanku malam itu. Menghiraukan kelelahannya sendiri demi menunjukkan padaku jika dia selalu ada saat aku butuh. Sekali lagi dia buktikan jika dia ada di saat2 tergenting dalam hidupku. Di saat orang2 yang mengaku paling dekat denganku justru tidak ada disampingku saat itu.
Berusaha keras aku tidak menangis atau mengeluh sedikit pun malam itu, karena aku ingin menunjukkan kepadanya bahwa aku baik2 saja. Aku tidak ingin keberadaannya disana malah melemahkanku. Aku berterima kasih padanya dengan cara sederhanaku. Tidak menangis selama menghadapi semuanya walau sebenarnya sudah ingin kulepaskan tangisku dipundaknya saat dia datang. Mungkin dia tahu jika berusaha keras menyembunyikan tangisku malam itu.
Sudah banyak keluh kesah dan airmata yang kubagi dengannya. Selama itu pula dia setia mendengarkanku. Mendampingiku walau banyak teman2nya yang mempertanyakan itu. Dia sudah menunjukkan seberapa pentingnya aku untuknya. Sama seperti seberapa pentingnya dia bagiku. Kami terikat satu sama lain dalam hubungan istimewa yang kadang tidak di mengerti oleh banyak orang.
Sudah banyak yang bertanya apakah aku punya perasaan lebih untuknya?? Yang seperti biasa hanya kujawab dengan tawa. Yang akan dia jawab pula dengan cara yang sama saat mendapatkan pertanyaan serupa. Mungkin banyak yang tidak percaya, tapi kami bisa saling memiliki tanpa melibatkan rasa cinta. Yang kami punya hanya ketulusan seorang sahabat yang sudah teruji oleh banyaknya peristiwa. Dan kini dia bukan hanya sekedar sahabat buatku, tapi keluarga. Keluarga yang sebenarnya.
Dan ada juga mereka, 2 orang yang sejak awal sudah kuanggap melebihi kakakku sendiri. Mereka juga sudah teruji selalu ada disampingku. Di detik2 terakhir hidup ayahku, mereka ada disana. Berbagi duka denganku saat itu. Mereka melengkapi dan mengisi kekosongan yang aku rasakan dalam keluarga selama ini. Membuatku merasa punya sebuah keluarga yang utuh.
Banyak orang yang merendahkanku karena status sosial atau keadaan ekonomiku. Tapi mereka berdua, yang terbilang memiliki segalanya, tidak pernah membandingkanku sedikitpun. Mereka menganggapku sama seperti mereka. Mereka menerimaku tulus tanpa melihat apakah aku sederajat dengan mereka atau tidak. Saat bersama mereka aku benar2 dipandang sebagai manusia yang sama, tidak seperti kebanyakan orang yang hanya menilai dari harta.
Mungkin aku tidak punya banyak harta, pekerjaan yang mapan, atau status sosial yang tinggi. Tapi aku punya mereka. 3 orang yang selalu memberiku semangat tanpa henti. Orang2 yang selalu mengingatkanku agar aku bisa terus bersyukur pada keadaanku seburuk apapun itu. Karena seburuk apapun aku, aku yakin akan tetap ada mereka yang bisa menerimaku tanpa syarat apapun.
Dan ada juga mereka, 2 orang yang sejak awal sudah kuanggap melebihi kakakku sendiri. Mereka juga sudah teruji selalu ada disampingku. Di detik2 terakhir hidup ayahku, mereka ada disana. Berbagi duka denganku saat itu. Mereka melengkapi dan mengisi kekosongan yang aku rasakan dalam keluarga selama ini. Membuatku merasa punya sebuah keluarga yang utuh.
Banyak orang yang merendahkanku karena status sosial atau keadaan ekonomiku. Tapi mereka berdua, yang terbilang memiliki segalanya, tidak pernah membandingkanku sedikitpun. Mereka menganggapku sama seperti mereka. Mereka menerimaku tulus tanpa melihat apakah aku sederajat dengan mereka atau tidak. Saat bersama mereka aku benar2 dipandang sebagai manusia yang sama, tidak seperti kebanyakan orang yang hanya menilai dari harta.
Mungkin aku tidak punya banyak harta, pekerjaan yang mapan, atau status sosial yang tinggi. Tapi aku punya mereka. 3 orang yang selalu memberiku semangat tanpa henti. Orang2 yang selalu mengingatkanku agar aku bisa terus bersyukur pada keadaanku seburuk apapun itu. Karena seburuk apapun aku, aku yakin akan tetap ada mereka yang bisa menerimaku tanpa syarat apapun.