Rabu, 26 Februari 2014

Mempermudah Urusan Orang Lain

Gue selalu punya prinsip kalo hidup itu ada asas timbal baliknya. Kalo lo baik sama orang, suatu saat kebaikan lo pasti dibalas walau bukan oleh orang yang bersangkutan, begitu juga saat lo jahat dan dzolim sama orang, someday lo juga pasti bakal terima karma-nya. Dari kecil orangtua gue juga selalu menekankan sama anak2nya kalo kita harus selalu baik sama semua orang, jangan pernah cari musuh, karena itu gue tumbuh jadi orang yang menghindari masalah dan ga pernah mau ikut campur urusan pribadi orang lain.

Dari prinsip itulah gue selalu berusaha semaksimal mungkin untuk bantu orang2 yang dateng ke gue untuk minta tolong, dalam hal positif ya tentunya. Kalo ada orang dateng ke gue minta tolong bantuin ngerampok bank atau bobol ATM, gue juga ogah nolonginnnya. Tapi orang2 di sekitar gue mungkin tahu kalo gue bukan orang yang punya banyak temen dekat. Buat gue, teman dekat adalah salah 1 faktor berhasil tidaknya kita dalam kehidupan. Mereka bisa bantu mengangkat lo, tapi bisa juga menjatuhkan lo, karena itu gue sangat berhati2 dalam berteman. Dan kalo mereka sudah berhasil menunjukkan ke gue bahwa mereka adalah orang2 yang bisa percaya, gue akan mau melakukan apa saja untuk orang itu sebagai gantinya. Ya gampangnya sih, lo baik sama gue, gue akan lebih baik sama lo, tapi kalo lo jahat sama gue, kelak Tuhan yang bakal bales kejahatan lo dengan yang lebih pedih. Gitu aja.

Salah 1 cara gue menolong adalah dengan mempermudah urusan orang lain. Pas CPNS tahun lalu contohnya. Seorang teman yang selama ini bekerja di sebuah bank sering curhat ke gue masalah pekerjaannya. Dia bilang perlu cari pekerjaan lain yang memungkinkan dia untuk bisa punya lebih banyak waktu untuk keluarganya. Karena gue tahu ritme kerja di perusahaan swasta memang berat makanya gue menyarankan dia untuk daftar CPNS. Awalnya dia ragu karena takut gaji PNS kelak tidak bisa mencukupi kebutuhannya yang terlanjur terbiasa dengan standar gaji sebagai pegawai bank setingkat manager. Gue pun akhirnya menyarankan dia untuk daftar di Kemenkeu yang tunjangannya besar dan gue yakin bisa mengimbangi gajinya di bank.

Singkat kata walau dia ga yakin dan sebagainya dia akhirnya daftar CPNS juga setelah gue bilang ga ada salahnya nyoba kan. Dari awal gue yang selalu meng-info-kan dia supaya ga telat daftar, gue juga pantau dari website Kemenkeu sebisa mungkin supaya ga ketinggalan update info yang mungkin dia ga bisa sering2 cek walau gue sendiri ga ikutan daftar CPNS di Kemenkeu. Pas akhirnya namanya muncul di pengumuman yang berhak ikut tes CAT, muncul masalah baru. Dia ga tau rute untuk ambil kartu ujiannya di daerah Tangerang. Gue pun akhirnya tanya2 sama temen2 gue yang tinggal di Tangerang kira2 transportasi umum apa yang bisa sampai kesana, dan setelah dapat info yang akurat, gue sampaikan info itu ke temen gue ini.

Karena ini adalah tes CPNS pertamanya, gue juga kasih beberapa kisi2 soal CPNS tahun lalu untuk dia belajar supaya ada gambaran gimana soal yang bakal muncul nanti. Dia ujian dan dapat nilai yang menurut gue cukup bagus walau dia sendiri ga yakin bisa lulus ke tahap selanjutnya. Beberapa minggu kemudian dia mengabarkan gue kalo ternyata dia lulus ke tahap selanjutnya, tapi kartu ujian CPNS-nya hilang. Awalnya dia mau menyerah, tapi gue bilang sayang kalo dia ga maju. Akhirnya gue berinisiatif untuk mencari solusinya. Gue hubungi teman kuliah gue yang sudah lebih dulu jadi PNS di Kemenkeu. Gue tanyakan apa mungkin temen gue ini bisa datang tanpa kartu ujian. Temen kuliah gue berbaik hati mencari tahu ke panitia penyelenggara dan ternyata masih bisa diusahakan dengan surat keterangan kehilangan dari kepolisian.

Temen gue akhirnya bikin surat kehilangan dan bisa ikut ujian tahap selanjutnya. Di tahap2 selanjutnya gue juga selalu kasih info kira2 apa aja yang bakal diujikan. Dari awal gue mantau tahapannya, dia terbilang mulus untuk orang yang pertama kali ikut CPNS. Dia akhirnya bisa lulus sampai akhir, namanya muncul di pengumuman final peserta yang lulus CPNS Kemenkeu 2013 kemarin. Setelah lulus muncul masalah baru. Dia ga yakin apakah mau ambil CPNS itu atau tidak. Sebagai CPNS yang belum dapat gaji 100%, dia takut pendapatannya nanti ga bisa menutup kebutuhan hidupnya. Gue pun menyarankan dia untuk solat istikoroh dan tanya pendapat ibunya bagaimana baiknya. Akhirnya dia yakin untuk meneruskan pekerjaannya di bank saja dengan berbagai pertimbangan, dan tidak mengambil CPNS-nya itu.

Sebagai orang yang masih harap2 cemas dengan pengumuman akhir di tempat lain, gue menyarankan dia untuk mundur secara baik2. Gue bilang supaya dia paling tidak kasih konfirmasi ke pihak Kemenkeu sebelum hari pemberkasan bahwa dia mengundurkan diri agar posisinya bisa digantikan dengan peserta cadangan lain, dengan begitu dia bisa membukakan rezeki orang lain yang memang berharap bisa diterima CPNS disana. Dia pun mengikuti saran gue itu. Yah walau gue sebenarnya kecewa dia ga ambil CPNS-nya tapi gue bersyukur bisa ikut membantu dia mempermudah urusan orang lain. Dengan begitu temen gue ini juga akan bisa lebih bersyukur dan ga ngeluh dengan pekerjaannya se-hectic apapun itu karena ini udah jadi pilihannya sendiri.

Dari awal gue nolongin dia, selain sebagai temen, gue juga berharap jalan gue di CPNS kemarin juga dimudahkan walau ternyata gue ga lulus sampai akhir. Yah gue harap ini bisa jadi tabungan kebaikan gue dan bisa mempermudah jalan gue di CPNS tahun ini. Aamiin. Balik lagi ke benang merah cerita, ga pernah ada ruginya kalo kita mempermudah urusan orang lain. Ibaratnya itu salah 1 cara kita ber-ikhtiar juga. Toh Tuhan ga pernah tidur kan. Tuhan pasti lihat usaha kita selama ini. Jadi orang baik ga sulit kok. Dan sebaik2nya orang adalah orang yang bisa bermanfaat untuk orang lain. :)

Allah SWT berfirman :

"Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat maka kejahatan itu bagi dirimu sendiri..."
(QS. Al-Isra'/ 17 : 7 )

Dari Abu Hurairah ra berkata, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda :

"Barangsiapa menghilangkan kesulitan seorang mu'min di dunia, maka Allah akan melepaskan kesulitannya pada hari kiamat. Barangsiapa memudahkan orang yang tengah dilanda kesulitan, maka Allah akan memudahkannya di dunia dan di akhirat. Barangsiapa menutupi aib seorang muslim, maka Allah menutupi ainya di dunia dan akhirat. Dan Allah akan menolong hamba-Nya selama hamba itu menolong saudaranya..."
(HR. Muslim)

Jumat, 21 Februari 2014

Hinanya Jadi Orang Gendut

Sebenernya gue berusaha keras untuk ga nulis posting ini, tapi ternyata gue kepikiran terus sama kejadian yang beberapa lama ini baru gue alami dan itu berhubungan dengan badan gendut gue, jadi akhirnya gue memberanikan diri nulis posting ini yang mungkin juga bakal dibaca sama cowok gue. Tapi yaudahlah ya, toh ga ada salahya gue nulis pengalaman pribadi yang emang bener2 gue alami. Gue anggap ini salah satu stress relief gue atas hinaan orang2 tentang tubuh gue.

Gue terlahir dalam keluarga yang mengharuskan gue untuk gendut karena faktor keturunan. Di keluarga besar bokap, banyak banget yang bertubuh gendut, termasuk gue. Gue sebenernya dulu pernah kurus banget, dari mulai TK sampai akhirnya gue mendapat mens pertama gue. Perubahan hormon saat puber itu yang memaksa tubuh gue membesar tanpa bisa gue kendalikan. Porsi makan tetap, aktivitas tetap, tapi sejak puber, badan gue langsung berubah jadi bulat.

Ga ada yang mau punya tubuh gendut kayak gue, apalagi cewek kayak gue. Di saat jalan ke mall dan liat baju bagus dengan model terkini, orang2 gendut kayak gue cuma bisa mimpi untuk bisa pake baju2 itu. Susah cari baju, itu salah 1 masalah utama orang2 gendut kayak gue, ditambah lagi bokong gue juga termasuk besar. Kalo buat gue sebenarnya ga terlalu masalah karena gue termasuk tomboy, jadi baju2 gue ya kebanyakan T-shirt dan celana jeans aja.

Masalah makan juga kadang jadi momok buat orang2 gendut. Orang gendut selalu di cap sebagai orang yang makannya paling banyak. Dalam kasus gue, walau gue gendut tapi orang2 sekitar gue tahu kalo gue ga rakus soal makan. Makan gue tergolong normal atau bahkan sering dibilang sedikit untuk porsi orang gendut. Gue juga termasuk orang yang kalo makan lelet banget, ga kayak cap orang2 selama ini yang selalu nilai orang2 gendut makannya geragas dan cepet banget abisnya.

Orang2 gendut juga susah cari pasangan. Ini juga pernah gue alamin. Gue pernah deket sama seorang cowok yang dengan jujurnya bilang kalo dia akhirnya ninggalin gue karena ga suka cewek gendut. Dari situ gue selalu keras sama semua cowok yang deketin gue. Gue selalu bilang, kalo emang lo punya masalah sama badan gue mendingan ga usah deketin gue dari awal, silahkan cari cewek2 kurus sesuai tipe lo aja karena gue ga mau nantinya lo menuntut gue untuk bisa kurus. Cowok gue yang sekarang awalnya juga sempat menuntut gue seperti itu tapi sekarang dia udah bisa cuek, tapi ternyata ga berlaku sama nyokapnya.

Beberapa minggu lalu gue dimintain tolong sama cowok gue untuk jagain nyokapnya di rumah. Nyokapnya itu abis opname di RS selama 2 minggu karena vertigo dan dirumahnya emang ga ada yang jagain. Selama mereka belum dapat pembantu gue pikir ga papa deh gue yang jagain, bukan buat carmuk biar bisa dapet restu tapi karena gue tahu gimana rasanya ada di posisi cowok gue yang lagi ngalamin orangtuanya sakit. Demi Allah gue ikhlas nolongin mereka tanpa ada maksud apa2.

Hari pertama gue jagain, situasi masih normal. Saat itu gue lagi menjalankan puasa senin-kamis yang emang udah jadi kebiasaan gue, ade, dan nyokap. Pas hari kedua baru muncul sikon yang ga ngenakin. Pas makan siang, gue makan bareng sama nyokapnya pacar. Gue makan dengan porsi gue yang biasa, ga yang mentang2 lagi di depan nyokapnya pacar trus gue jadi jaim dan makan dikit. Pas liat porsi makan gue keluarlah komentar dari mulut nyokapnya pacar.

Nyokap Pacar (NP) : "kok makannya dikit Nis?? Udah tambah lagi jangan malu2."
Gue (G) : "emang saya biasanya makannya segini tante."
NP : "ah masa, biasanya kan orang gemuk makannya banyak."
G : "saya kalo makan besar emang cuma segini tante, saya ngemilnya yang sering."
NP : "makan dikit aja bisa gemuk gitu ya, gimana kalo makannya banyak."
G : -cuma bisa diem, ga komen apa2-
NP : "mungkin karena ga mikirin apa2 kali ya (cuma pengangguran maksudnya) jadi makan dikit aja jadinya daging semua."
G : "dikeluarga saya emang keturunan gemuk tante, dari keluarga bapak."
NP : "ah tapi pas bapak meninggal kok kurus."
G : "sejak bapak sakit emang turun banyak beratnya karena sempat ga bisa nelen, makan cuma lewat selang NGT."

Jleb!! Gimana perasaan lo kalo jadi gue?? Itu nyokapnya pacar loh yang ngomong, dan nadanya bukan nada bicara orang yang lagi becanda. Selain permasalahin badan gue, beliau juga menyinggung status gue yang masih jobless ini. Dan itu bukan cuma hari itu aja, tapi besoknya keulang lagi saat makan siang juga. Gue ga cerita masalah ini ke cowok gue. Tapi sejak kejadian itu gue jadi mikir aja, segitu hinanya kah gue sebagai orang gendut di mata orang2?? Gue yang belum jadi apa2 di keluarga mereka aja udah dapet perlakuan ga mengenakkan kayak gitu, gimana kalo gue nanti nikah sama cowok gue dan musti tinggal bareng mereka??

Cowok gue selama ini juga tahu gue udah berusaha keras untuk nurunin berat badan. Mulai dari diet ngurangin makan, OCD, ikut fitness sampai minum obat2an pelangsing ga jelas. Gue juga pengen bisa kurus, dan jadi gendut kayak sekarang juga bukan mau gue. Mungkin emang gue harus berusaha lebih keras lagi untuk bisa dapetin badan bagus. Sejak kejadian itu gue mulai diet lagi. Dan saat tulisan ini gue buat, gue sudah beberapa hari ga makan nasi dan mulai OCD lagi, gue juga sedang berpikir untuk mengganti makan malam gue hanya dengan segelas susu dari sebuah produk diet dan mungkin akan memperpanjang keanggotaan gue di gym. No pain, no gain. Semoga usaha gue membuahkan hasil.

Rabu, 12 Februari 2014

Jobless

Terhitung sudah 3 tahun lamanya sejak gue memutuskan untuk tidak bekerja. Dulu alasannya adalah gue lebih mementingkan kesehatan bokap yang memburuk karena komplikasi penyakitnya. Setelah bokap wafat bulan April lalu, gue memang belum sempat apply2 lamaran pekerjaan lagi karena gue mau fokus mempersiapkan diri untuk ikut CPNS tahun 2013 kemarin yang sayangnya membawa hasil yang mengecewkan. Alasan kenapa gue pengen jadi PNS akan gue tulis di posting yang beda nanti.

Setelah gue gagal di CPNS, gue mulai coba apply lamaran pekerjaan lagi, tapi sayangnya hal itu juga belum berbuah manis. Gue benar2 merasakan bagaimana susahnya mencari pekerjaan, apalagi ditambah dengan rekor buruk gue nganggur selama 3 tahun ini. Walaupun gue ada usaha sampingan berupa sebuah online shop, nyatanya banyak yang menganggap itu bukan bagian dari pengalaman kerja gue. Mereka ga pernah mempertimbangkan itu sebagai bentuk usaha keras gue untuk tetap cari uang halal. Mereka juga tidak memberikan excuse untuk alasan gue tidak bekerja diluar rumah selama 3 tahun ini. Begitu mereka tahu gue nganggur selama itu, maka mereka akan langsung men-judge gue sebagai seorang pemalas yang sama sekali tidak berkompeten untuk bekerja di perusahaan mereka.

Sudah ga terhitung berapa kali gue terima perlakuan ga ngenakin dari orang2 yang mempermasalahkan status jobless gue selama ini. Ada beberapa contoh yang akan gue tulis disini supaya para reader bisa ngerasain apa yang gue alamin. Salah 1 yang gue inget pas interview di salah 1 perusahaan yang bergerak di penjualan alat2 kebersihan. Waktu itu bokap masih ada dan gue sudah setahun tidak bekerja. Gue sengaja cari kerja yang deket rumah supaya bisa tetap sambil menjaga bokap. Tapi sayangnya bukan pekerjaan yang gue terima, tapi malah perlakuan ga ngenakin dari orang yang mewawancarai gue,

Saat dia tahu gue sudah setahun ga kerja, dia nanya alasannya dan gue jawab dengan jujur kalo gue harus menjaga bokap yang sakit2an. Setelah itu dia memberikan jawaban yang sangat mengejutkan gue, dia bilang itu paling cuma alasan gue aja. Dia berpikiran kalo gue paling cuma anak manja yang ga bisa lepas dari fasilitas orangtua, dengan alibi jagain bokap, gue bisa ga bekerja tapi tetap bisa menerima uang jajan dari orangtua. Waktu itu kebetulan juga gue baru aja mencoba membuka online shop gue, jadi gue kasih tahu hal itu ke dia supaya dia ga mikir kalo gue bisanya cuma nodong uang orangtua aja, tapi dia dengan jahatnya malah menyatakan bahwa hampir semua pengangguran pasti bilang kalo mereka punya usaha sendiri untuk nutupin status jobless-nya. Intinya dia ga percaya kalo olshop gue itu beneran ada. Intinya gue ga diterima kerja disana dan harus pulang dengan perasaan terhina.

Pernah juga saat gue mendapat panggilan wawancara di sebuah perusahaan finance yang juga dekat dengan rumah gue. Saat itu gue udah hampir 2 tahun ga bekerja. Waktu itu gue apply sebagai staff hukum di bagian HRD. Di lowongan kerja yang mereka keluarkan menyebutkan bahwa mereka membuka kesempatan untuk freshgraduate yang belum berpengalaman. Gue anggap walau gue bukan freshgraduate tapi gue belum berpengalaman, jadi mungkin gue masih ada kesempatan untuk bisa mendapatkan pekerjaan itu. Gue di interview oleh seorang ibu2 berhijab. Awalnya interview berjalan mulus sampai dia tahu kalo gue ternyata sudah menganggur lama. Dia juga ga menerima alasan kenapa gue memutuskan untuk ga kerja selama ini. Dia bilang orangtua bisa ditinggal dengan pembantu atau perawat, jadi ga perlu anaknya yang harus turun tangan sendiri.

Setelah banyak omongan ga enak yang terpaksa harus gue denger tanpa bisa gue ngelawan karena alasan sopan santun, gue menanyakan bagaimana hasil interview gue. Dia menyatakan kalo gue sama sekali ga cocok dengan jabatan yang gue lamar karena gue ga punya pengalaman. Saat gue tanyakan kenapa di lowongan dicantumkan terbuka kesempatan untuk orang yang belum berpengalaman, dia malah jawab dengan nada yang ga ngenakin. Gue masih inget banget apa kata2 si ibu itu. Dia bilang, "Kami lebih memilih untuk merekrut orang2 yang baru lulus daripada orang yang sudah lama lulus tapi lama menganggur dan tidak punya pengalaman kerja. Tidak ada gunanya merekrut orang2 seperti itu karena hanya akan merugikan perusahaan." Setelah itu gue kembali harus pulang dengan perasaan terhina.

Ga lama gue dapat panggilan kerja lagi di sebuah perusahaan finance yang berbeda tapi tetap di kota yang sama dengan tempat tinggal gue. Kali ini saat gue interview, topiknya sudah melenceng jauh dari bayangan gue. Dari yang awalnya gue melamar untuk posisi Legal Staff, sampai sana gue malah dikasih tahu kalo gue akan ditempatkan sebagai resepsionis. Alasan mereka pun sama, mereka menganggap gue ga punya kompeten untuk mengisi jabatan yang gue lamar itu dan berpendapat bahwa gue lebih cocok untuk mengisi posisi sebagai seorang resepsionis yang biasa diisi oleh anak2 lulusan SMA. Gue ditawari pekerjaan itu dengan gaji hanya 800rb/bulan. Jumlah yang bahkan nilainya jauh lebih rendah dari UMR di kota gue sebesar 2,2jt. Pekerjaan itu akhirnya gue tolak karena mereka memaksa menahan ijazah S1 gue kalo gue menerima pekerjaan itu, dan juga mereka mengharuskan gue untuk bekerja dengan full make up, pakai rok mini dan hi heels.

Kadang gue suka mikir, kok gampang banget orang bisa menjustifikasi orang lain hanya karena status saja. Mungkin status jobless gue sekarang bikin gue susah cari pekerjaan, tapi gue sama sekali ga pernah nyesel udah pernah memutuskan untuk ga kerja demi orangtua gue. Gue yakin Tuhan pasti akan menempatkan gue di tempat yang memang cocok untuk gue, bukan di tempat orang2 yang gampang menyepelekan tanpa melihat hasil kerja orang yang bersangkutan itu. Toh selama ini niat gue baik untuk cari kerja yang halal supaya gue bisa mandiri dan membanggakan orangtua gue, jadi gue yakin pasti Allah akan kasih gue jalannya walau itu bukan sekarang.

Jumat, 07 Februari 2014

Menutup Pintu Rezeki Orang

Gue mau cerita soal kejadian yang baru gue alamin soal menutup pintu rezeki orang lain. Tahun lalu (2013) untuk yang ke-3 kalinya gue ikutan penerimaan CPNS. Ga seperti tahun2 sebelumnya, kemarin gue cuma daftar di 3 instansi aja. Tapi ga usah gue sebutin kali ya instansi apa aja. Cuma 2 instansi yang bisa gue ikutin ujiannya. Instansi pertama gue lolos sampai tahap akhir yang menyisakan hanya 3 orang untuk posisi yang gue lamar. Sedangkan di instansi ke-2 gue gugur di ujian CAT-nya padahalnya nilai gue masuk passing grade semua.

Dengan hasil seperti itu, otomatis harapan gue satu2nya hanya di instansi pertama aja. Dari awal sebenernya gue udah pasrah karena melihat walau nilai gue masuk 3 besar yang lolos sampai tahap akhir, tapi gue berada di posisi ke-3 yang kemungkinannya kecil banget untuk bisa menggeser 2 posisi di atas gue. Tapi gue selalu berpikir toh rezeki ga bakal ketuker, jadi sampai tahap akhir gue berusaha total walau kemungkinan untuk lulus sangat kecil.

Selama nunggu hasil pengumuman akhir, gue bantu berdoa, solat malam dan sedekah sambil berharap semoga jalan gue dimudahkan sama Allah. Selama gue nunggu pengumuman akhir, gue juga berusaha cari tahu tentang 2 orang saingan gue itu. Biar simpel gue pake inisial aja ya. Peringkat pertama adalah si A, cowok, dan freshgraduate. Peringkat kedua adalah si B, cewek, sudah menikah dan punya anak, dan seangkatan sama gue.

Dari hasil stalking di sebuah forum, gue tahu kalo si A ikut CPNS di banyak instansi dan dia berharap keterima di instansi lain. Sedangkan si B, gue ga tahu dia ikut berapa banyak CPNS, tapi yang gue tahu dia sudah punya pekerjaan yang lumayan mapan, apalagi suaminya juga seorang PNS di instansi yang bisa dibilang punya gaji dan remun terbesar di antara instansi2 lainnya.

Begitu tahu 2 saingan gue itu, gue malah jadi down. Si A, dia freshgraduate yang aktif organisasi selama kuliah, dan itu jadi keuntungan sendiri buat dia. Si B, dia sudah punya pengalaman kerja lama yang pasti juga bakal jadi bahan pertimbangan yang bagus. Sedangkan gue pas wawancara akhir gue ngerasa si pewawancara sama sekali ga antusias mewawancarai gue yang selama ini cuma kerja di rumah dari online shop aja, dan punya pengalaman kerja terdahulu yang ga banyak dan berbeda jauh dari background pendidikan gue.

Tapi karena banyak yang menyemangati dan meyakinkan gue dengan bilang, "Allah itu Maha Tahu, Cha. Dia tahu siapa yang lebih butuh pekerjaan ini.", jadinya gue juga masih tetap optimis. Sebelum hari pengumuman, gue dapat info dari forum yang gue ikutin kalo ternyata si A sudah diterima di instansi yang memang dia incar sejak awal, dan berarti saingan gue hanya tinggal si B aja.

Saat hari pengumuman tiba, ternyata si B yang diterima. Walau kecewa gue berusaha untuk menerima. Mungkin itu memang rezeki si B, rezeki anaknya si B juga. Lagipula gue akui si B emang jauh lebih unggul dibanding gue, dari nilai selama tes dan juga pengalaman kerjanya. Gue kembali fokus sama online shop gue sambil mencoba melamar pekerjaan di perusahaan swasta. Fyi, sejak bokap meninggal gue emang belum apply2 kerjaan lagi karena niatnya emang fokus CPNS dulu untuk memenuhi harapan orangtua gue yang memang menginginkan gue jadi PNS.

Jujur dalam hati gue, gue masih mengharapkan keajaiban tapi ternyata si B melakukan pemberkasan yang berarti memang sudah tidak ada harapan buat gue maju menggantikan dia. Yah gue cuma bisa pasrah, dan membulatkan tekad kalo tahun ini (2014), gue musti dapat nilai tertinggi di posisi yang gue lamar kalo ada CPNS lagi.

Sebulan berlalu dan tiba2 gue dapet kabar kalo si B tiba2 mengundurkan diri dan tidak jadi mengambil CPNS di instansi tersebut. Gue pikir gue masih ada harapan untuk bisa menggantikan posisi kosong yang ditinggalkan si B itu. Tapi ternyata kabar yang gue terima, ga akan ada perubahan apapun, posisi si B akan tetap dikosongkan dengan alasan semua berkas sudah masuk ke BKN untuk proses pembuatan NIP dan sangat ga memungkinkan untuk mengusulkan 1 NIP tambahan peserta cadangan karena ada yang mengundurkan diri.

Jujur gue kecewa. Lebih berat menerima kabar ini, dibandingkan saat gue tahu bukan gue yang lulus di pengumuman akhir. Gue sangat menyayangkan apapun alasannya si B mengundurkan diri. Gue pikir kalo memang si B ga yakin, kenapa dia ga mengundurkan dirinya sebelum pemberkasan saja?? Kenapa baru sekarang?? Kenapa baru setelah pemberkasan selesai dan proses pembuatan NIP berjalan?? Seandainya dia mundur sebelum pemberkasan, sudah bisa dipastikan gue yang akan menggantikan posisinya mengingat si A sudah diterima di instansi lain.

Gue yang emang ga bisa berbuat apa2 cuma bisa pasrah dan berusaha keras untuk nerima. Bahkan ada seorang temen yang gue curhatin soal ini bilang gini ke gue, "Sabar aja Cha, secara ga langsung dia sudah menutup pintu rezeki lo. Dosa besar menutup pintu rezeki orang, apalagi itu anak yatim yang memang membutuhkan dan sudah berusaha keras mendapatkan pekerjaan halal. Insya Allah pintu rezeki lo yang lain nanti akan dibukakan lebih lebar."

Gue jadi berpikir aja, apa bener yang temen gue bilang?? Apa bener si B secara tidak langsung yang menutup pintu rezeki gue di instansi itu?? Gue ga mau berpikiran jelek. Gue akan berusaha tetap mikir kalo ya memang ini belum rezeki gue. Semoga aja kekecewaan gue ini bisa diganti sama yang lebih indah sama Allah di tahun ini. Aamiin.